Minggu, 30 November 2014

Epidemiologi ISPA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
      Dalam GBHN, dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia. Jadi jelas bahwa hubungan antara usaha peningkatan kesehatan masyarakat dengan pembangunan, karena tanpa modal kesehatan niscaya akan gagal pula pembangunan kita.
      Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. Dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
      ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk-pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk-pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.
      ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan.
      Berdasarkan hasil survei kematian balita tahun 2005 diketahui 23,6% balita meninggal karena pneumonia sedangkan menurut SDKI 1991-2003 dan survei morbiditas ISPA 2004 angka kesakitan pneumoni balita mencapai 5,12%. (Depkes, 2007)
      Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia balita di Indonesia berkisar 2,3 juta. Penderita yang dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan.
      Selain itu, salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang juga perlu mendapat perhatian saat ini adalah influenza disebabkan karena influenza adalah penyakit yang dapat menimbulkan wabah sesuai dengan Permenkes No.560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporan dan Tata Cara Penanggulangan Seperlunya.(Depkes, 2009)
      ISPA sebagai penyakit menular tidak mengenal batas wilayah, bisa menular dari satu orang ke orang lain, dan dapat menyebar dalam keluarga, kelompok masyarakat, negara bahkan antar negara. Maka perlu dilakukan penanggulangan dan pencegahan dari penyakit ISPA.
      Berdasarkan hal tersebut, maka makalah ini akan menjelaskan tentang Program Penanggulangan Penyakit ISPA dimana dalam pelaksanaannya diperlukan komitmen bersama pemerintah atau pihak swasta dan masyarakat.

1.2  Tujuan penulisan
1.2.1        Tujuan Umum
          Mengetahui tentang program penanggulangan penyakit ISPA
1.2.2        Tujuan Khusus
a.       Diketahuinya batasan dan definisi penyakit ISPA
b.      Diketahuinya kebijakan Ruang Lingkup Program Pengendalian Penyakit ISPA
c.       Diketahuinya etiologi penyakit ISPA
d.      Diketahuinya faktor risiko Pneumonia
e.       Diketahuinya faktor yang mempengaruhi ISPA
f.       Diketahuinya hubungan antara pejamu, bibit penyakit dan lingkungan
g.      Diketahuinya cara penularan penyakit ISPA
h.      Diketahuinya gejala penyakit ISPA
i.        Diketahuinya penatalaksanaan P2 ISPA




BAB II
PEMBAHASAN


2.1  Definisi Penyakit ISPA
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar adalah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sedangkan yang dimaksud dengan akut adalah kejadian baru yang berlangsung < 14 hari.
ISPA merupakan infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih organ dari saluran pernapasan mulai dari hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telingan tengah, plura). Bedanya dengan pneumonia adalah pneumonia merupakan infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan yang terjadi hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek, kesukaran bernafas, sakit tenggorokan, sakit telinga dan demam dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun demikian, petugas kesehatan perlu mengenal gejala yang lebih serius dengan batuk atau sukar bernapas yang membutuhkan pengobatan antibiotik, yaitu pneumonia (infeksi paru) yang ditandai dengan nafas cepat dan mungkin juga tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang jika tidak di obati dengan antibiotik bisa menyebabkan kematian.
Sedangkan influenza adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan, disebabkan oleh virus influenza dengan gejala demam ≥ 380C disertai salah satu atau lebih gejala batuk, nyeri tenggorokan, nyeri otot, pilek dan kadang diare.
ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.






2.2  Ruang Lingkup Pengendalian Penyakit (P2) ISPA
            Program Pengendalian Penyakit ISPA (P2 ISPA) di Indonesia mulai pada tahun 1984, bersamaan dengan dimulainya P2 ISPA di tingkat global oleh WHO. Dalam perjalanannya P2 ISPA telah mengalami beberapa perkembangan, sebagai berikut, (Depkes, 2009) :
a.       Lokakarya ISPA Nasional, yaitu tahun 1984 dengan hasil lokakarya berupa pengembangan sistem dan mengklasifikasikan penyakit ISPA menjadi ISPA ringan, sedang dan berat.
b.      Lokakarya II tahun 1988 dengan hasil lokakarya disosialisasikan pola baru tatalaksana kasus ISPA dengan mengklasifikasikan gejala penyakit secara praktis dan sederhana dengan teknologi tepat guna, serta pemisahan tatalaksana pneuminia dan tatalaksana penderita penyakit infeksi akut telinga dan tenggorokan.
c.       Lokakarya Nasional III tahun 1990 di Cimacan telah menyepakati untuk menerapkan pola baru tatalaksana kasus ISPA dengan melakukan adaptasi sesuai situasi dan kondisi setempat, dengan menitikberatkan kegiatan penanggulanganya pada Pneumonia Balita.
d.      Pada tahun 1997 WHO mempublikasikan tatalaksana penderita Balita dengan pendekatan Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) atau Metode Terpadu Balita Sakit (MTBS), yang menrupan model tatalaksanan kasus terpadu untuk berbagai penyakit anak, yaitu : Pneumonia, Diare, Malaria, Campak, Gizi Kurang dan Kecacingan.
            Berdasarkan PP RI No.65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) menyatakan bahwa setiap kabupaten/kota wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai SPM yang telah ditetapkan, salah satunya adalah pencegahan dan pengendalian penyakit ISPA.
            Dalam pelaksanaan P2 ISPA berdasarkan pada buku pedoman tatalaksana P2 ISPA tahun 2009, ruang lingkup P2 ISPA meliputi :
a.       Pengendalian Pneumonia Balita
b.      Kesiapsiagaan dan respon terhadap pandemi influenza yaitu penanggulangan apisenter pandemi influenza, penanggulangan epodemi/wabah danpenanggulangan pandemi influenza
c.       Pengembangan program P2 ISPA yaitu di arahkan pada pengendalian ISPA diatas umur 5 tahun, ISPA akibat polusi udara sesuai dengan perkembangan dan kemampuan program




2.3  Etiologi ISPA
      Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Etologi Pneumonia pada balita dapat ditetapkan dari biakan aspirat paru dan darah, dimana punksi paru ini merupakan prosedur yang beresiko dan bertentangan dengan etika jika hanya dimaksudkan untuk penelitian.
Menurut Ostapchuk, 2004, faktor umur dapat mengarahkan kemungkinan penyebab atau etiologi penyakit ISPA (Depkes, 2009) :
a.       Group B Strepptococcus dan gram nefatif enterik merupakan penyebab yang paling umum pada neonatal (bayi 0-28 hari)
b.      Pneumonia pada bayi berumur 3 minggu – 3 bulan paling sering disebabkan oleh bakteri Strepptococcus Pneumoniae
c.       Balita usia 4 bulan – 5 tahun, paling banyak disebabkan oleh virus respiratory syncytial virus
d.      Pada usia 5 tahun sampai dewasa pada umumnya disebabkan oleh bakteri pneumonia (strepptococcus pneumoniae)
            Sedangkan menurut WHO, penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa Strepptococcus Pneumoniae dan Haemofilus Influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan dari hasil isolasi aspirat paru dan darah. Di Indonesia, penelitian di Pulau Lombok 1997-2003 usap tenggorok pada anak usia < 2 tahun yang menderita pneumonia ditemukan Strepptococcus Pneumoniae (48%) dan Haemofilus Influenzae (8%).

2.4  Faktor Risiko Pneumonia
Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden Pneumonia meliputi (Depkes, 2009) :
a.       Faktor risiko pasti (definite), misalnya : malnutrisi, BBLR, tidak ASI Ekslusif, tidak dapat imunisasi campak, polusi udara dalam rumah dan kepadatan
b.      Faktor risiko hampir pasti (likely), mislnya : asap rokok, defisiensi Zinc, kemampuan ibu merawat, penyakit penyerta (diare dan asma)
c.       Kemungkinan faktor risiko (Possible), misalnya pendidikan ibu, kelembaban, udara dingin, defisiensi vitamin A, polusi udara luar, urutan kelahiran dalam keluarga, kemiskinan

            Sedangkan faktor risiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia merupakan gabungan dari faktor risiko insiden diatas ditambah dengan faktor tatalaksana di pelayanan kesehatan, yaitu :
a.       Ketersediaan pedoman tatalaksana
b.      Ketersediaan tenaga kesehatan terlatih yang memadai
c.       Kepatuhan tenaga kesehatan terhadap pedoman
d.      Ketersediaan fasilitas yang diperlukan untuk tatalaksana Pneumonia (obat, oksigen, perawatan intensif)
e.       Prasarana dan sistem rujukan

2.5  Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA
2.5.1        Agent (bibit penyakit)
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo.
2.5.2        Host (Pejamu/Manusia)
a.      Faktor Umur
            Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit.
b.      Jenis Kelamin
            Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
c.       Status Gizi
            Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.
d.      Berat Badan Lahir
            Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir <2.500 gram. Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat ≥2500 gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada bayi baru lahir.


e.       Status ASI Eksklusif
            Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan (Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi.
f.        Status Imunisasi
            Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.

2.5.3        Environment (Lingkungan)
a.      Kelembaban Ruangan
            Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004), dengan desain cross sectional didapatkan bahwa kelembaban ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali
b.      Suhu Ruangan
            Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
c.       Ventilasi
            Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
d.      Kepadatan Hunian Rumah
            Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan proses kejadian pneumonia pada anak balita lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang padat dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar 9 kali.



e.       Penggunaan Anti Nyamuk
            Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.
f.        Bahan Bakar Untuk Memasak
            Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74% wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar nasional pada tahun 2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru dan penyakit paru ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian.
g.      Keberadaan Perokok
            Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau 97.560.002 penduduk.
h.      Status Ekonomi dan Pendidikan
            Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status ekonominya rendah.

2.6  Hubungan pejamu, bibit penyakit dan lingkungan pada penyakit ISPA
            Teori Trias Penyakit menurut Gordon & Le Rich, 1985 bahwa Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara faktor penyebab (agen), faktor manusia (host) dan faktor lingkungan (environment).
            Kondisi sehat adalah kondisi dimana keadaan agen, host dan environment berada dalam suatu keseimbangan, seperti gambar dibawah ini :



 






            Apabila terjadi ketidakseimbangan oleh salah satu faktor maka akan dapat menyebabkan terjadinya penyakit ISPA, seperti gambar dibawah ini :



 







Keterangan :
Apabila kondisi lingkungan mendukung pada perkembangan agen penyakit ISPA, misalnya suhu ruangan yang rendah (udara lembab), kepadatan dalam rumah tinggi, ventilasi rumah yang kurang dan lain sebagainya, maka perkembangan agen (bakteri dan virus) menjadi meningkat dan kemampuan daya tahan host (manusia) menjadi rendah. Maka dalam hal ini host memiliki risiko terserang penyakit ISPA

2.7  Cara Penularan Penyakit ISPA
            Penyakit ISPA tergolong pada Air Borne Disease yaitu penyakit yang menular melalui udara. Penularan dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Kontak langsung dapat terjadi antara host dan penderita melalui mulut, droplet, batukdan bersin dari penderita yang terhirup melalui udara oleh host maupun kontak tidak langsung yaitu kontak dengan benda yang terkontaminasi oleh penderita (misalnya : tangan, sapu tangan dan peralatan makan penderita).

2.8  Gejala ISPA
            Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.
a.       Tanda-tanda klinis
      Pada sistem respiratorik adalah :
·         Tachypnea
·         napas tak teratur (apnea)
·         retraksi dinding thorak
·         napas cuping hidung
·         cyanosis
·         suara napas lemah atau hilang
·         grunting expiratoir
·         wheezing.
Pada sistem cardial adalah :
·         tachycardia
·         bradycardiam
·         hypertensi
·         hypotensi
·         cardiacarrest.
Pada sistem cerebral adalah :
·         gelisah
·         mudah terangsang
·         sakit kepala
·         bingung
·         papil bendung
·         kejang
·         koma.
Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
b.      Tanda-tanda laboratoris
·         Hypoxemia
·         Hypercapnia
·         Acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
c.       Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah :
·         tidak bisa minum
·         kejang
·         kesadaran menurun
·         stridor dan gizi buruk
d.      Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah :
·         kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya)
·         kejang
·         kesadaran menurun
·         stridor
·         wheezing
·         demam dan dingin




2.9  Penatalaksanaan kasus ISPA
            Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program pengendalian penyakit, yaitu :
a.       turunnya kematian karena pneumonia
b.      turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .
            Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA. Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
a.      Pemeriksaan
            Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak.
            Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklassifikasi.

b.      Klasifikasi ISPA
Program Pengendalian ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
·         Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).
·         Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
·         Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia (4).

c.       Pengobatan
·         Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan sebagainya.
·         Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
·         Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.

d.      Perawatan dirumah
            Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.
ü  Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

ü  Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

ü  Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

ü  Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

ü  Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang tidak mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

e.       Pencegahan dan Pengendalian
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
v  Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
v  Immunisasi.
v  Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
v  Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pengendalian yang dilakukan adalah :
è Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.
è Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
è Immunisasi.

f.        Pelaksana pengendalian

            Tugas pengendalian penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Peran jajaran kesehatan, pemangku kepentingan dan masyarakat sangat menentukan pencapaian dari tujuan program pengendalian penyakit ISPA. Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui aktifitas kader akan sangat membantu menemukan kasus-kasus pneumonia yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlu segera dirujuk ke rumah sakit.




             

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1  Kesimpulan
            Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-anak, penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Klasifikasi penyakit ISPA tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang diperlihatkan penderita, Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu peranserta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para medis dam kader kesehatan untuk menunjang keberhasilan menurunkan angka, kematian dan angka kesakitan sesuai harapan pembangunan nasional.

4.2  Saran
            Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia, maka diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah dilaksanakan sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.

 



 


 








DAFTAR PUSTAKA



Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Anak. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FK-UNAIR 1980.

Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-UNAIR. 1980..
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak.          Jakarata, :10 ,1991.  
Pendekatan Epidemiologi I dan Dasar-Dasar Surveilans. Untuk Pelatihan Prajabatan Umum dan Khusus Tenaga Paramedis di Puskesmas. Jakarta. 1992.
Rendie, J, et.al . Ikhtisar Penyakit Anak. Alih bahasa: Eric Gultom. Binarupa Aksara. Jakarta.           1994.
Kemenkes RI. Direktorat Jenderal P2PL. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan            Akut. Jakarta. 2012
Depkes RI.Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.             2009
Depkes RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.            2007


Dari internet :
http:// www.kajianpustaka.com/2013/07/infeksi_saluran_pernafasan_akut.html diunduh pada selasa, 19 februari 2014 pada pukul : 09.30 wib.
http : // id.wikipedia.org/wiki/infeksi_saluran_pernafasan_akut.html. diunduh pada selasa, 19 februari 2014 pada pukul : 09.30 wib.
http : //www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3775/1/fkm-rasmaliah9.pdf diunduh pada selasa, 19 februari 2014 pada pukul : 09.30 wib.



Terima Kasih Anda Telah Membaca Tulisan Ini
Judul: Epidemiologi ISPA
Ditulis Oleh OMG SHOP
Silahkan tinggalkan komentar dan sarannya demi kemajuan blog ini kedepan...., Terima kasih

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Scary Pumpkin 3