BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Tujuan pembangunan kesehatan menuju
Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal
melalui terciptanya masyarakat , bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh
penduduk yang hidup dengan perilaku dan lingkungan yang sehat. Upaya perbaikan
dalam bidang kesehatan masyarakat salah satunya dilaksanakan melalui pencegahan
dan pemberantasan penyakit menular.
Program pemberantasan penyakit
menular bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka
kesakitan dan angka kematian sehingga tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Paradigma sehat menjadi orientasi baru dalam pembangunan
kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Perumusan visi Indonesia sehat 2010,
melalui empat strategi pembangunan kesehatan merupakan wujud dari perubahan
paradigm yang kita anut. Paradigma sehat adalah upaya pembangunan kesehatan
berorientasi kepada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan penduduk sehat
dan bukan hanya penyembuhan orang sakit. Kebijaksanaan pembangunan akan lebih
ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan meningkatkan, memelihara
dan melindungi agar menjadi lebih sehat dan produktif serta tidak jatuh sakit.
Sedangkan, yang sakit dapat pula segera disembuhkan agar menjadi sehat.
Indonesia merupakan Negara yang
sedang berkembang, dimana pelayanan kesehatan masyarakatnya belum memadai
sehubungan dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun
1997. Permasalahan utama yang dihadapi masih didominasi oleh penyakit infeksi
yang sebagian besarnya adalah penyakit menular yang berbasis lingkungan.
Scabies ditemukan disemua Negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa
Negara yang sedang berkembang prevalensi scabies sekitar 6 % - 27 % dari
populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. Berdasarkan
departemen kesehatan republic Indonesia, prevalensi penyakit scabies dalam
masyarakat diseluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6 % - 12,95 % dan
scabies menduduki urutan peringkat ketiga dari 12 penyakit kulit. Sedangkan
untuk penyakit kusta Dinkes Provinsi Jatim dari 33 provinsi yang ada
diIndonesia, terdapat empat propinsi yang masih memiliki angka kasus Kusta
lebih dari 1000 kasus. Diantaranya Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan juga
Sulawesi Selatan. DiIndonesia, jumlah penderita baru tahun 2008 adalah 17.243
dan 29% darinya berasal dariJawa Timur.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Untuk
mengetahui defenisi penyakit kusta
1.2.2 Untuk mengetahui epidemiologi penyakit kusta
1.2.3
Untuk mengetahui hubungan host, agent, dan environment
1.2.4 Untuk mengetahui mekanisme perjalanan alamiah
penyakit kusta
1.2.5 Untuk mengetahui tanda – tanda penyakit kusta
1.2.6 Untuk mengetahui prinsip pencegahan penyakit
kusta
1.2.7 Untuk mengetahui konsep terapi medik penyakit
kusta
1.2.8 Untuk mengetahui Ketegori kusta menurut Tim
Kesehatan di lapangan
BAB
II
ISI
2.1 Pengertian Penyakit Kusta
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan
oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan
jaringan tubuh lainnya. (Depkes RI, 1998)
Kusta merupakan penyakit kronik yang
disebabkan oleh infeksi mikobakterium leprae. (Mansjoer Arif, 2000)
Kusta adalah penyakit infeksi kronis
yang di sebabkan oleh mycobacterium lepra yang interseluler obligat, yang
pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut,
saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang, dan testis (
djuanda, 4.1997 )
Penyakit
kusta adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada
saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas dan lesi pada kulit
adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat
sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak,
dan mata.
2.2 Epidemiologi Penyakit
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih
merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh
si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa
penularan penyakit kusta adalah:
1)
Melalui sekret hidung, basil yang
berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat
hidup 2–7 x 24 jam.
2)
Kontak kulit dengan kulit.
Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi
baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan
berulang-ulang.
Klinis ternyata kontak lama dan berulang-ulang ini bukanlah
merupakan faktor yng penting. Banyak hal-hal yang tidak dapat di terangkan
mengenai penularan ini sesuai dengan hukum-hukum penularan seperti halnya
penyakit-penyaki terinfeksi lainnya.
Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular
penyakit kusta secara kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka.
Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan
dan perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau
keganasan Mycrobacterium Leprae dan daya tahan tubuh penderita. Disamping itu
faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah :
a.
Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa
b.
Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti
c.
Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti
d.
Kesadaran social : Umumnya negara-negara endemis
kusta adalah negara dengan
tingkat sosial ekonomi rendah
e.
Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat
2.3 Hubunagn
host, agent, environment
a. Host
Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini di anggap sebagai sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada Armadillo, simpanse dan pada telapak kaki tikus yang mempunyai kelenjar Thymus . Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh host sampai saat ini belum dapat di pastikan. Di perkirakan cara masuknya adalah melalui saluran pernafasan bagian atas dan melalui kontak kulit yang tidak utuh.
Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini di anggap sebagai sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada Armadillo, simpanse dan pada telapak kaki tikus yang mempunyai kelenjar Thymus . Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh host sampai saat ini belum dapat di pastikan. Di perkirakan cara masuknya adalah melalui saluran pernafasan bagian atas dan melalui kontak kulit yang tidak utuh.
Sebagian besar manusia kebal
terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penilitian direktorat jenderal
pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan dari 100 orang
terpapar: 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang menjadi sembuh sendiri
tanpa di obati, 2 orang menjadi sakit, hal ini belum
lagi memperhitungkan pengaruh pengobatann.
b. Agent
Penyebab
penyakit kusta adalah mycobacterium leprae yang pertama kali di temukan oleh
gerhard amaeur hansen pada tahun 1873. Mycobacterium lepraehidup intraseluler
dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf dan sel dari system retikulo
endothelial.
Waktu
pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar tubuh manusia (dalam kondisi
tropis) kuman kusta dapat bertahan sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal
dari kuman kusta adalah pada suhu 270-30 derajat C.
c.Environment
Faktor lingkungan sangat besar hubungannya dengan kejadian penyakit kusta, misalnya kurang menjaga kebersihan , karena bakteri ini masuk melalui mukosa kulit. Akibat kontak angsung maupun tidak langsung. Dan bakteri ini dapat hidup pada suhu 270C.
Faktor lingkungan sangat besar hubungannya dengan kejadian penyakit kusta, misalnya kurang menjaga kebersihan , karena bakteri ini masuk melalui mukosa kulit. Akibat kontak angsung maupun tidak langsung. Dan bakteri ini dapat hidup pada suhu 270C.
2.4 Mekanisme Riwayat Alamiah Penyakit
Setelah membuahi kutu betina maka si
pejantan mati. Kutu betina yang sudah dibuahi akan membuat liang terowongan di
kulit, kemudian bertelur sekitar 40-50 butir telur, dan akan menetas setelah
sekitar 3-5 hari. Hasil penetasan (larva) kutu tersebut keluar ke permukaan
kulit dan tumbuh menjadi kutu dewasa dalam waktu sekitar 16-17 hari. (referensi
lain menyebutkan 10-14 hari)..Pergerakan Sarcoptes scabiei dan telur di dalam
terowongan menyebabkan peradangan lokal. Reaksi alergi ini menyebabkan ruam
sangat intens.
Orang-orang yang belum pernah
terkena kudis mengembangkan respon alergi dalam waktu enam minggu. Mereka yang
telah memiliki kudis sebelumnya akan mendapatkan ruam dalam beberapa hari.
Rata-rata hanya ada beberapa tungau betina yang menginfeksi per orang.
Semacam ini infeksi dapat berbahaya dan korban bahkan mungkin tidak menyadari
hal itu. Kudis menyebar dengan mudah melalui kontak lansung kulit-ke-kulit atau
secara tidak langsung melalui bekas duduk, sprei (alas) tempat tidur serta
sprei. Tungau juga bisa merangkak jarak jauh. Jika Anda menggaruk daerah yang
terinfeksi, mereka masuk ke dalam kuku Anda. Kemudian jika Anda menyentuh
benda-benda umum seperti laptop, tungau bisa drop di sana dan menulari orang
lain.
Tanda-tanda
seseorang terinfeksi : Rasa gatal terutama waktu malam hari, tonjolan kulit
(lesi) berwarna putih keabu-abuan sepanjang sekitar 1 cm, kadang disertai nanah
karena infeksi kuman akibat garukan.
2.5 Tanda-tanda penyakit kusta
Tanda-tanda penyakit kusta
bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari penyakit tersebut. Di
dalam tulisan ini hanya akan disajikan tanda-tanda secara umum tidak terlampau
mendetail, agar dikenal oleh masyarakat awam, yaitu:
a.
Adanya
bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia.
b.
Pada
bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin
melebar dan banyak.
melebar dan banyak.
c.
Adanya
pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus
seryta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis
dan mengkilat.
d.
Adanya
bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit.
e.
Alis
rambut rontok
f.
Muka
berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)
2.6 Prinsip pencegahan penyakit kusta
1)
Pencegahan primer yang
dapat dilakukan adalah :
a.
Penyuluhan kesehatan
Pencegahan
primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta
dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau dekat dengan
penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan
memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas
kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan
dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran
penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan
masyarakat (Depkes RI, 2006)
b.
Pemberian imunisasi
Sampai
saat ini belum ditemukan upaya
pencegahan primer penyakit kusta seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994).
Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi
BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%,
sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta
sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di
Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI,
2006).
2)
Pencegahan sekunder
a)
Pengobatan pada
penderita kusta
Pengobatan pada
penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit
penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang
sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada
penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut
merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).
3)
Pencegahan tertier
a.
Pencegahan cacat kusta
Pencegahan tersier
dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita. Upaya pencegahan cacat
terdiri atas (Depkes RI, 2006) :
Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita sebelum cacat, pengobatan secara
teratur dan penangan reaksi untuk mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.
Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk mencegah luka dan perawatan
mata, tangan, atau kaki yang sudah mengalami gangguan fungsi saraf.
b.
Rehabilitasi kusta
Rehabilitasi merupakan
proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atas
usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan
kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada
padanya. Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara umum dapat
dikondisikan sehingga memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial
dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes
RI, 2006). Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi :
Ø
Latihan fisioterapi pada
otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
Ø
Bedah rekonstruksi untuk
koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat tekanan yang
berlebihan.
Ø
Bedah plastik untuk
mengurangi perluasan infeksi.
Ø
Terapi okupsi (kegiatan
hidup sehari-hari) dilakukan bila gerakan normal terbatas pada tangan.
Ø
Konseling dilakukan
untuk mengurangi depresi pada penderita cacat.
2.7
Konsep Terapi Medik
Tujuan utama program pemberantasan
kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta
memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular
kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit. Program Multi Drug Therapy
(MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981.
Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat,
mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi
persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Rejimen pengobatan MDT di Indonesia
sesuai rekomendasi WHO 1995 sebagai berikut:
Tipe PB ( PAUSE BASILER)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa
:
Rifampisin
600mg/bln diminum didepan petugas DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah. Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam
6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (Release From
Treatment) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO(1995) tidak
lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion Of Treatment Cure dan
pasien tidak lagi dalam pengawasan.
Tipe MB ( MULTI
BASILER)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
Rifampisin
600mg/bln diminum didepan petugas. Klofazimin
300mg/bln diminum didepan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari
diminum di rumah. DDS 100 mg/hari
diminum dirumah, Pengobatan 24
dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan sesudah selesai minum 24 dosis
dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan
bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang
diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
Dosis untuk
anak
Klofazimin:
Umur, dibawah 10 tahun: /blnHarian
50mg/2kali/minggu, Umur 11-14
tahun, Bulanan 100mg/bln, Harian 50mg/3kali/minggu,DDS:1-2mg /Kg BB,Rifampisin:10-15mg/Kg BB
Pengobatan MDT
terbaru
Metode ROM
adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien kusta tipe PB dengan
lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, ofloksasim 400mg
dan minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe
PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan
sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24
jam.
Putus obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat
sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien
kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang
seharusnya.
2.8 KATEGORI KUSTA MENURUT TIM KESEHATAN
DILAPANGAN
Untuk para
petugas kesehatan di lapangan, bentuk klinis penyakit kusta cukup dibedakan
atas dua jenis yaitu:
1. Kusta bentuk kering (tipe
tuberkuloid)
Merupakan
bentuk yang tidak menular.Kelainan kulit
berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih, jumlahnya biasanya hanya
beberapa, sering di pipi, punggung, pantat, paha atau lengan. Bercak tampak
kering, perasaan kulit hilang sama sekali, kadang-kadang tepinya meninggi. Pada tipe ini lebih sering didapatkan kelainan urat saraf
tepi pada, sering gejala kulit tak begitu menonjol tetapi gangguan saraf lebih
jelas.
Komplikasi
saraf serta kecacatan relatif lebih sering terjadi dan timbul lebih awal dari
pada bentuk basah. Pemeriksaan bakteriologis sering kali
negatif, berarti tidak ditemukan adanya kuman penyebab. Bentuk ini merupakan yang paling banyak didapatkan di
indonesia dan terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya terhadap kuman kusta
cukup tinggi.
2. Kusta bentuk
basah (tipe lepromatosa)
Merupakan
bentuk menular karena banyak kuman dapat ditemukan baik di selaput lendir
hidung, kulit maupun organ tubuh lain. Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kusta bentuk kering
dan terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya rendah dalam menghadapi kuman
kusta. Kelainan kulit bisa berupa bercak
kamarahan, bisa kecil-kecil dan tersebar diseluruh badan ataupun sebagai
penebalan kulit yang luas (infiltrat) yang tampak mengkilap dan berminyak. Bila
juga sebagai benjolan-benjolan merah sebesar biji jagung yang sebesar di badan,
muka dan daun telinga. Sering disertai rontoknya alis mata, menebalnya cuping
telinga dan kadang-kadang terjadi hidung pelana karena rusaknya tulang rawan
hidung. Kecacatan pada bentuk ini umumnya
terjadi pada fase lanjut dari perjalanan penyakit. Pada bentuk yang parah bisa terjadi ”muka singa” (facies
leonina).
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1.
Kusta adalah penyakit yang menahun
dan disebabkan oleh kuman micobakterium leprae.
2.
Kusta dibagi dalam 2 bentuk,yaitu :
o
kusta bentuk kering (tipe
tuberkuloid)
o
kusta bentuk basah (tipe
lepromatosa)
3. Micobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA)
bersifat obligat intraseluller, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran napas bagian
atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat
4. Micobakterium leprae masuk kedalam tubuh manusia, jika
orang tersebut memiliki respon imunitas yang tinggi maka kusta akan lebih
mengarah pada tuberkuloid, namun jika respon imunitas dari tubuh orang tersebut
rendah maka kusta akan lebih mengarah pada lepromatosa.
5. Manifestasi klinik dari penderita kusta adalah adanya lesi
kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas.
6. Penularan penyakit kusta sampai saat ini hanya
diketahui melalui pintu keluar kuman kusta yaitu: melalui sekret hidung dan
kontak langsung dengan kulit penderita. Selain itu ada faktor-faktor lain yang
berperan dalam penularan ini diantaranya: usia, jenis kelamin, ras, kesadaran
sosial dan lingkungan.
7. Untuk pencegahan penyakit kusta terbagi dalam 3
tahapan yaitu : pencegahan secara primer, sekunder dan tersier.
8. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien kusta yang
perlu dilakukan adalah melakukan pengkajian, pemeriksaan fisik, menentukan diagnosa keperawatan,
kemudian memberikan tindakan perawatan yang komprehensip
3.2 Saran
a. Untuk menanggulangi penyebaran penyakit kusta, hendaknya
pemerintah mengadakan suatu program
pemberantasan kusta yang mempunyai tujuan sebagai penyembuhan pasien kusta dan mencegah
timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama
tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
b. Hendaknya masyarakat yang tinggal didaerah yang endemi akan
kusta diberikan penyuluhan tentang, cara menghindari, mencegah, dan mengetahui
gejala dini pada kusta untuk mempermudah pengobatanya.
c. Karena di dunia kasus penderita kusta juga masih tergolong
tinggi maka perlu diadakanya penelitian tentang penanggulangan penyakit kusta
yang efektif
DAFTAR
ISI
1.
Ditjen
PPM dan PLP, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta,
1996.
1996.
2.
Kosasih,
A, Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin, Kusta, FK-UI, 1988.
3.
Ngatimin
Rusli HM, Leprophobia, Majalah Kesehatan Masyarakat, Tahun XXI,
Nomor 5, 1993.
Nomor 5, 1993.
4.
Ditjen
PPM dan PLP, Buku Pegangan Kader dalam Pemberantasan Penyakit Kusta,
Jakarta, 1990.
Jakarta, 1990.
5.
Depkes
RI, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 1982.
Judul: Epidemiologi Kusta
Ditulis Oleh OMG SHOP
Silahkan tinggalkan komentar dan sarannya demi kemajuan blog ini kedepan...., Terima kasih
Terima kasih makalahnya mas , sangat bermanfaat sekali ..
BalasHapusoya untuk artkel yang membahas mengenai artikel rehabilitas kusta mungkin bisa juga berkunjung di website http://www.tanyadok.com/kesehatan/rehabilitasi-untuk-penderita-kusta