MAKALAH
PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR
“FILARIASIS”
Disusun
oleh kelompok 10
(B1) :
Dilla Srileoni Tamtami NIM 1311216045
Fedriko Husaini NIM 1311216032
Viona Ediasari NIM 1311216061
Yosi Aguslida NIM 1311216015
universitas andalas PADANG
fakultas kesehatan masyarakat
tahun ajaran 2014/2015
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan
makalah Program
Penanggulangan Penyakit Menular (P3M) tentang filariasis. Serta ucapan terima kasih kepada dosen
yang telah membimbing penulis
dalam pembuatan makalah ini.
Makalah
ini ditulis sebagai salah satu syarat bagi kita untuk mengetahui dan
mempelajari tentang salah satu penyakit menular yaitu filariasis . Makalah ini merupakan hasil
kerja sama seluruh anggota kelompok, dimana semuanya telah berusaha sebisa
mungkin untuk mencapai hasil yang memuaskan. Makalah ini ditulis sebagai salah
satu sumber bagi kita untuk mengetahui dan mempelajari lebih dalam tentang apa
itu filariasis, penyebab, gejala, penularan dan upaya pencegahan yang dapat
dilakukan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritikan dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir
kata penulis berharap makalah ini
bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan pihak yang telah membacanya.
Padang,
20 Februari 2014
Kelompok 10
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
…………………………………………………............….….... 1
B. Tujuan ……………………………………………………………………...…... 2
c. Manfaat ………………………………………………………………………... 3
bab ii pembahasan
A. Pengertian
filariasis …………….……………………………..……………...... 4
B. Epidemiologi Penyakit ………………………...……...………………….…..... 5
C.Penyebab
Filariasis ……………………………………………….......................
5
D.
Tanda dan Gejala Filariasis
……………………………………………………. 6
E.
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit
……………………………… 7
F.
Hubungan penjamu, bibit penyakit dan lingkungan
……………………………. 10
G.
Perjalanan Penyakit
……………………………………………………………. 12
H.
Pencegahan Penyakit
………………………………………………………….. 16
I.
Penanganan dan Pengobatan Penyakit
…………………………………………. 17
J.
Kasus Filariasis di Indonesia
…………………………………………………… 19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan …….…..…………………………………………………………... 23
B. Saran …………...……………………………………………………………..... 24
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Penyakit
kaki gajah mulai ramai diberitakan sejak akhir tahun 2009, akibat terjadinya
kematian pada beberapa orang. Sebenarnya penyakit ini sudah mulai dikenal sejak
tahun 1500 oleh masyarakat, dan mulai diselidiki lebih mendalam ditahun 1800
untuk mengetahui penyebaran, gejala serta upaya mengatasinya. Baru tahun 1970
obat yang lebih tepat untuk mengobti filarial ditemukan.
Di Indonesia filariasis
telah tersebar luar hampir di semua provinsi, berdasarkan laporan survey
pada tahun 2000 tercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553 desa
pada 231 kabupaten di 26 Provinsi. Pada tahun 2005 kasus kronis dilaporkan sebanyak
10273 orang yang tersebar di 373 Kabupaten / Kota di 33 Provinsi. Filariasis merupakan penyakit
menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai
jenis nyamuk.
Terdapat
tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu: Wuchereria bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori. Semua
spesies tersebut terdapat di Indonesia, namun lebih dari 70% kasus filariasis
di Indonesia disebabkan oleh Brugia
malayi. Cacing tersebut hidup di kelenjar dan saluran getah bening
sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang dapat menimbulkan
gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa peradangan kelenjar dan saluran
getah bening (adenolimfangitis)
terutama di daerah pangkal paha dan ketiak tapi dapat pula di daerah lain.
Gejala kronis terjadi akibat penyumbatan aliran limfe terutama di daerah yang
sama dengan terjadinya peradangan dan menimbulkan gejala seperti kaki gajah (elephantiasis), dan hidrokel.
Berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, jumlah kasus kronis filariasis yang
dilaporkan sampai tahun 2009 sudah sebanyak 11.914 kasus.
Saat ini,
diperkirakan larva cacing tersebut telah menginfeksi lebih dari 700 juta orang
di seluruh dunia, dimana 60 juta orang diantaranya (64%) terdapat di regional
Asia Tenggara. (WHO, 2009). Di Asia Tenggara, terdapat 11 negara yang endemis
terhadap filariasis dan salah satu diantaranya adalah Indonesia. Indonesia
merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk terbanyak
dan wilayah yang luas namun memiliki masalah filariasis yang kompleks. Di
Indonesia, ke tiga jenis cacing filaria (W.
Brancrofti, B malayi dan B timori) dapat ditemukan. (WHO, 2009) .
Filariasis
dapat ditularkan oleh seluruh jenis spesies nyamuk. Di Indonesia diperkirakan
terdapat lebih dari 23 spesies vektor nyamuk penular filariasis yang terdiri
dari genus Anopheles, Aedes, Culex,
Mansonia, dan Armigeres. Untuk menimbulkan gejala klinis penyakit
filariasis diperlukan beberapa kali gigitan nyamuk terinfeksi filaria dalam
waktu yang lama.
Orang yang
terinfeksi mikrofilaria akibat adanya larva cacing ini di dalam tubuhnya, tidak
selalu menimbukan gejala. Gejala yang timbul biasanya diakibatkan oleh larva
cacing yang merusak kelenjar getah bening sehingga mengakibatkan tersumbatnya
aliran pembuluh limfa. Gejala yang timbul biasanya berupa pembengkakan (edema)
di daerah tertentu (pada aliran pembuluh limfa di dalam tubuh manusia). Gejala
ini dapat berupa pembesaran tungkai/kaki (kaki gajah) atau lengan dan
pembesaran skrotum/vagina yang pembengkakan(edema)nya bersifat permanen.
Penyakit
filariasis bersifat menahun (kronis) dan jarang menimbulkan kematian pada
penderitanya. Namun, bila penderita tidak mendapatkan pengobatan, penyakit ini
dapat menimbulkan cacat menetap pada bagian yang mengalami pembengkakan
(seperti: kaki, lengan dan alat kelamin) baik pada penderita laki-laki maupun
perempuan.
Filariasis
menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia sesuai dengan resolusi World Health Assembly (WHA) pada
tahun 1997. Program eleminasi filariasis di dunia dimulai berdasarkan deklarasi
WHO tahun 2000. di Indonesia program eliminasi filariasis dimulai pada tahun
2002. Untuk mencapai eliminasi, di Indonesia ditetapkan dua pilar yang akan
dilaksanakan yaitu: 1).Memutuskan rantai penularan dengan pemberian obat massal
pencegahan filariasis (POMP filariasis) di daerah endemis; dan 2).Mencegah dan
membatasi kecacatan karena filariasis.
B.
TUJUAN
1. Untuk
mengetahui pengertian filariasis
2. Untuk
mengetahui
3. Untuk
mengetahui
4. Untuk
mengetahui
5. Untuk
mengetahui
6. Untuk
mengetahui
7. Untuk
mengetahui
8. Untuk
mengetahui
9. Untuk
mengetahui
C.
MANFAAT
Manfaat penyusunan makalah ini
adalah agar masyrakat dapat mengetahui segala sesuatu tentang filariasis,
bagaimana mekanisme terjadinya filariasis, dan bagaimana upaya pencegahannya,
pengobatan, serta pengendalian vektor filariasis. Dengan demikian, diharapkan
masyarakat ikut memberantas penyakit ini secara aktif sehingga tidak menjadi
endemi di masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
parasit nematoda yang tersebar di Indonesia. Penyakit Kaki Gajah (Filariasis
atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit menular. Penyakit ini bersifat menahun
(kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun
laki-laki. Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun demikian
bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan bahkan dapat
mengganggu aktifitas.
Penyakit
ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat
menimbulkan cacat menetap berupa
pembesaran kaki, lengan dan alat
kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit Kaki Gajah bukanlah
penyakit yang mematikan, namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu
yang dirasakan memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
Filariasis biasanya dikelompokkan
menjadi tiga macam, berdasarkan bagian tubuh atau jaringan yang menjadi tempat
bersarangnya: filariasis limfatik,
filariasis subkutan (bawah
jaringan kulit), dan filariasis rongga
serosa (serous cavity).
Filariasis limfatik disebabkan Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori[1].
Gejala elefantiasis (penebalan kulit
dan jaringan-jaringan di bawahnya) sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis
limfatik ini. B. timori
diketahui jarang menyerang bagian kelamin, tetapi W. bancrofti dapat menyerang tungkai dada, serta alat kelamin.
Filariasis subkutan disebabkan oleh Loa
loa (cacing mata Afrika), Mansonella streptocerca, Onchocerca volvulus, dan Dracunculus medinensis (cacing guinea). Mereka menghuni
lapisan lemak yang
ada di bawah lapisan kulit. Jenis filariasis yang terakhir disebabkan oleh Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi, yang menghuni
rongga perut. Semua parasit ini disebarkan melalui nyamuk atau lalat pengisap darah,
atau, untuk Dracunculus, oleh kopepoda (Crustacea). Selain
elefantiasis, bentuk serangan yang muncul adalah kebutaan Onchocerciasis akibat
infeksi oleh Onchocerca volvulus dan migrasi microfilariae lewat kornea.
B. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
Penyakit Kaki Gajah
umumnya banyak terdapat pada wilayah tropis. Menurut info dari WHO, urutan
negara yang terdapat penderita mengalami penyakit kaki gajah adalah Asia
Selatan (India dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika. Belakangan banyak
pula terjadi di negara Thailan dan Indonesia (Asia Tenggara). WHO mencanangkan
program dunia bebas filariasis pada tahun 2020.
Filariasis mudah menular, kriteria
penularan penyakit ini adalah jika ditemukan mikro filarial rate ≥ 1% pada
sample darah penduduk di sekitar kasus elephantiasis, atau adanya 2 atau lebih
kasus elephantiasis di suatu wilayah pada jarak terbang nyamuk yang mempunyai
riwayat menetap bersama/berdekatan pada suatu wilayah selama lebih dari satu
tahun. Berdasarkan ketentuan WHO, jika ditemukan mikro filarial rate ≥ 1% pada
satu wilayah maka daerah tersebut dinyatakan endemis dan harus segera diberikan
pengeobatan secara masal selama 5 tahun berturut-turut.
C. PENYEBAB FILARIASIS
Penyakit ini disebabkan oleh 3
spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori.
cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam
kelenjar getah bening dan darah. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah
bening manusia selama 4 – 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina
menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah
terutama malam hari.
Ada tiga spesies yang
menjadi penyebab filariasis diantaranya Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan
Brugia timori yaitu :
1. Wuchereria
bancrofti. Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran kalenjar limfe,
bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran
65 – 100 mm x 0,25 mm dan cacing jantan 40 mm x 0,1 mm. Cacing betina
mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran 250 – 300 mikron x 7 - 8
mikron. Mikrofilaria ini hidup didalam darah dan terdapat di aliran darah tepi
pada waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada umumnya,
mikrofilaria W. bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya mikrofilaria
hanya terdapat di dalam tepi pada waktu malam. Pada siang hari, mikrofilaria
terdapat di kapiler alat dalam (paru-paru, jantung, ginjal).
(Gandahusada,2001).
2. Brugia
malayi dan Brugia timori. Cacing dewasa berbentuk silindrik seperti benang,
berwarna putih kekuningan. Pada ujung anteriornya terdapat mulut tanpa bibir
dan dilengkapi baris papila 2 buah, baris luar 4 buah dan baris dalam 10 buah.
Cacing betina berukuran 55x0,16 mm dengan ekor lurus, vulva mempunyai alur
tranfersal dan langsung berhubungan dengan vagina membentuk saluran panjang.
Cacing jantan berukuran 23x0,09 mm, ekor melingkar dan bagian ujugnya terdapat
papila 3-4 buah, dan dibelakang anus terdapat sepotong papila. Pada ujung ekor
terdapat 4-6 papila kecil dan spikula yang panjangnya tidak sama. (Onggowaluyo,
2002).
D.
TANDA
DAN GEJALA
Seseorang yang terinfeksi penyakit
kaki gajah umumnya terjadi pada usia kanak-kanak, dimana dalam waktu yang cukup
lama
(bertahun-tahun) mulai dirasakan perkembangannya.
Adapun gejala akut yang dapat terjadi antara lain :
·
Demam berulang-ulang selama 3-5 hari,
demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat
·
Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa
ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan,
panas dan sakit
·
Radang saluran kelenjar getah bening
yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan
kearah ujung (retrograde lymphangitis)
·
Filarial abses akibat seringnya
menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan
nanah serta darah
·
Pembesaran tungkai, lengan, buah dada,
buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
Sedangkan
gejala kronis dari penyakit kaki gajah yaitu berupa pembesaran yang menetap
(elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis
skroti).
E.
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA PENYAKIT
1. Agent
Penyebab
penyakit Filariasis ialah nematode dari keluarga Filarioidea (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia
timori).
Sifat agent :
v Patogenesiti, cacing ini tegolong pathogenesis
karena menimbulkan penyakit.
v Virulensi, karena derajat kerusakan yang
ditimbulkan cacing ini hebat maka dapat dikatakan virulen.
v Antigenesiti, mekanisme pertahanan tubuh yang
ditimbulkan oleh agent ini rendah, sehingga dapat dikatakan antigenesitinya
juga rendah.
v Infektiviti, agent ini memiliki kemampuan untuk
tinggal di dalam diri penjamu yang sangat baik, sehingga dapat dengan mudah
menyesuaikan diri dengan keadaan tubuh pejamu.
2. Vektor
Di Indonesia telah terindentifikasi 23
spesies nyamuk dari 5 genus yaitu Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes, dan
Armigeres yang menjadi vektor filariasis. Sepuluh spesies nyamuk Anopheles
diidentifikasikan sebagai vektor Wuchereria bancrofti tipe pedesaan. Culex
quinquefasciatus merupakan vektor Wuchereria bancrofti tipe perkotaan. Enam
spesies Mansonia merupakan vektor Brugia malayi. Di Indonesia bagian timur,
Mansonia dan Anopheles barbirostris merupakan vector filariasis yang paling
penting. Beberapa spesies Mansonia dapat menjadi vector Brugia malayi tipe
subperiodik nokturna. Sementara Anopheles barbirostris merupakan vektor penting
Brugia malayi yang terdapat di Nusa Tenggara Timur dan kepulauan Maluku
Selatan.
3.
Hospes
a.
Manusia.
Setiap orang mempunyai peluang yang sama untuk
dapat tertular filariasis apabila digigit oleh nyamuk infektif (mengandung
larva stadium III). Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber
infeksi bagi orang lain yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru ke
daerah endemis (transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih
menderita dari pada penduduk asli. Pada umumya laki-laki banyak terkena infeksi
karena lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Gejala
penyakit lebih nyata pada laki-laki karena pekerjaan fisik yang lebih berat
(Gandahusada, 1998).
Selain itu dipengaruhi
oleh :
1.
Jenis
kelamin
Pada umumnya
penyakit ini lebih sering dijumpai pada pria daripada wanita.
2.
Kebiasaan
Hidup
Kebiasaan
hidup yang buruk dapat mengundang atau mempercepat masuknya bibit penyakit
seperti :
ü Kebiasaan Keluar Rumah
Kebiasaan
untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat
eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Menurut hasil
penelitian Kadarusman (2003) diketahui bahwa kebiasaan keluar pada malam hari
ada hubungan dengan kejadian filariasis.
ü Pemakaian Kelambu
Pemakaian
kelambu sangat efektif dan berguna untuk mencegah kontak dengan nyamuk. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Ansyari (2004) menyatakan bahwa kebiasaan tidak
menggunakan kelambu waktu tidur sebagai faktor resiko kejadian filariasis
ü Obat Anti Nyamuk
Kegiatan
ini hampir seluruhnya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat seperti berusaha
menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vektor (mengurangi kontak dengan vektor)
misalnya menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar, mengoles kulit
dengan obat anti nyamuk, atau dengan cara memberantas nyamuk. Menurut Astri
(2006) diketahui bahwa kebiasaan tidak menggunakan obat anti nyamuk malam hari
ada hubungan dengan kejadian filariasis
ü Pekerjaan
Pekerjaan
yang dilakukan pada jam-jam nyamuk mencari darah dapat berisiko untuk terkena
filariasis, diketahui bahwa pekerjaan pada malam hari ada hubungan dengan
kejadian filariasis. Menurut Astri (2006) diketahui bahwa pekerjaan pada malam
hari ada hubungan dengan kejadian filariasis
ü Pendidikan
Tingkat
pendidikan sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap kejadian filaria
tetapi umumnya mempengaruhi jenis pekerjaan dan perilaku kesehatan seseorang.
b.
Hewan.
Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai
sumber penularan filariasis (hewan reservoir). Hanya Brugia malayi tipe sub
periodik nokturna dan non periodic yang ditemukan pada lutung (Presbytis
criatatus), kera (Macaca fascicularis), dan kucing (Felis catus) (Depkes RI,
2005).
d. Lingkungan
v Lingkungan
Fisik. Lingkungan fisik mencakup keadaan iklim, keadaan geografis, stuktur
geologi dan sebagainya. Lingkungan fisik erat kaitannya dengan kehidupan vektor
sehingga berpengaruh terhadap munculnya sumber-sumber penularan filariasis.
Lingkungan fisik dapat menciptakan tempat perindukan dan beristirahatnya
nyamuk. Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap pertumbuhan, masa hidup, dan
keberadaan nyamuk. Lingkungan dengan tumbuhan air di rawa-rawa dan adanya hewan
reservoir (kera, lutung, dan kucing) berpengaruh terhadap penyebaran Brugia
malayi sub periodik nokturna dan non periodik.
v Lingkungan
Biologi. Lingkungan biologi dapat menjadi rantai penularan filariasis.
Misalnya, adanya tanaman air sebagai tempat pertumbuhan nyamuk Mansonia sp.
Daerah endemis Brugia malayi adalah daerah dengan hutan rawa, sepanjang sungai
atau badan air yang ditumbuhi tanaman air.
v Lingkungan
Sosial, Ekonomi dan Budaya. Lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya adalah
lingkungan yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antara manusia, termasuk
perilaku, adat istiadat, budaya, kebiasaan, dan perilaku penduduk. Kebiasaan
bekerja di kebun pada malam hari, keluar pada malam hari, dan kebiasaan tidur
berkaitan dengan intensitas kontak vektor. Insiden filariasis pada laki-laki
lebih tinggi daripada perempuan karena umumnya laki-laki sering kontak dengan
vektor pada saat bekerja (Depkes RI, 2005).
F.
HUBUNGAN
PENJAMU – BIBIT PENYAKIT – LINGKUNGAN
Seseorang dapat tertular atau
terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang sudah
terinfeksi, yaitu yang didalam tubuhnya mengandung larva (L3). Nyamuk sendiri
mendapat mikrofilarial karena menghisap darah penderitanya atau dari hewan yang
mengandung mikrofilaria. Nyamuk sebagai vektor menghisap darah penderita (mikrofilaremia),
Mikrofilaremia masuk kedalam lambung nyamuk lalu berkembang dalam otot nyamuk
selama 3 minggu. Dalam tubuh nyamuk mikrofilaria tidak berkembang biak tetapi
hanya berubah bentuk dalam beberapa hari dari larva 1 sampai menjadi larva 3.
Pada stadium 3 larva mulai bergerak aktif dan bergerak ke alat tusuk nyamuk.
Nyamuk pembawa mikrofilaria
menggigit manusia dan memindahkan larva infektif tersebut. Bersama aliran darah
larva 3 menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan
atau betina serta berkembang biak. (http//harun yahya.com) Cacing filarial
dalam tubuh manusia terdeteksi pada malam hari, selebihnya bersembunyi di organ
dalam tubuh manusia. Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi.
Mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah pada malam hari dan siang hari, tetapi
ditemukan dalam jumlah besar pada malam hari dan banyak ditemukan dalam kapiler
dan pembuluh darah paru-paru. (Onggowaluyo,2001)
Ketiga faktor di
atas saling mempengaruhi dalam menimbulkan suatu penyakit. Hubungannya dapat
digambarkan sebagai berikut :
·
sehat
Host Agent
Environment
- Menderita penyakit karena daya tahan host berkurang
Host
Agent
Environment
- Menderita penyakit karena kemampuan bibit penyakit meningkat
Agent
Host
Environment
- Menderita penyakit karena lingkungan berubah
Agent
Host Environment
- Penyebab timbulnya penyakit bukan hanya satu sebab , tapi banyak sebab multiple causation of disease
G. PERJALANAN PENYAKIT
Seseorang
dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut
digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (
L3 ). Nyamuk tersebut mendapat cacing filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu
menghisap darah penderita mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang
mengandung microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaiki gajah ini melalui dua
tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap kedua
perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair.
Di dalam tubuh nyamuk,
mikrofilaria berselubung (yang didapatkannya ketika menggigit penderita
filariasis), akan melepaskan selubung tubuhnya yang kemudian bergerak menembus
perut tengah lalu berpindah tempat menuju otot dada nyamuk. Larva ini disebut
larva stadium I (L1). L1 kemudian berkembang hingga menjadi L3 yang membutuhkan
waktu 12 – 14 hari. L3 kemudian bergerak menuju probisis nyamuk. Ketika nyamuk
yang mengandung L3 tersebut menggigit manusia, maka terjadi infeksi
mikrofilaria dalam tubuh orang tersebut. Setelah tertular L3, pada tahap
selanjutnya di dalam tubuh manusia, L3 memasuki pembuluh limfe dimana L3 akan
tumbuh menjadi cacing dewasa, dan berkembangbiak menghasilkan mikrofilaria baru
sehingga bertambah banyak. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab
penyumbatan pembuluh limfe. Aliran sekresi kelenjar limfe menjadi terhambat dan
menumpuk di suatu lokasi. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe
terutama pada daerah kaki, lengan maupun alat kelamin yang biasanya
disertai infeksi sekunder dengan fungi dan bakteri karena kurang
terawatnya bagian lipatan-lipatan kulit yang mengalami pembengkakan tersebut.
Siklus hidup
cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama, perkembangan cacing
Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector
yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
2. Tahap kedua, perkembangan cacing
Filaria dalam tubuh manusia (hospes)
kurang lebih 7 bulan.
a.
Siklus
hidup cacing Filaria dalam tubuh nyamuk
Siklus
hidup pada tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap
darah orang yang terkena filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di
tubuh penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria yang masuk ke
paskan sarung pembungkusnya, kemudian mikrofilaria menembus dinding lambung dan
bersarang di antara otot-otot dada (toraks).
Bentuk
cacing Filaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu
kurang lebih 1 minggu, larva ini berganti kulit, tumbuh akan lebih gemuk dan
panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya,
larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh semakin panjang dan
lebih kurus, ini yang sering disebut larva stadium III. Gerak larva stadium III
ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi (pindah), mula-mula ke rongga
perut (abdomen) kemudian pindah
ke kepala dan ke alat tusuk nyamuk.
b.
Perkembangan
filaria dalam tubuh manusia
Siklus
hidup cacing Filaria dalam tubuh manusia terjadi apabila nyamuk yang mengendung
mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka mikrofilaria yang sudah berbentuk
larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut masuk ke dalam tubuh
manusia (hospes).
Bersama-sama
dengan aliran darah pada tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh darah
kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Di dalam pembuluh limfe, larva mengalami
dua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering disebut
larva stadium IV dan stadium V. Cacing Filaria yang sudah dewasa bertempat di
pembuluh limfe, sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi
pembengkakan, misalnya pada kaki dan disebut kaki gajah (filariasis).
Riwayat Alamiah
1.
Prepatogenesis
Pada
filariasis, fase ini terjadi ketika seseorang digigit nyamuk yang
sudahterinfeksi, yaitu nyamuk yang dalam tubuhnya mengandung larva stadium 3
(L3). Masa prepaten, masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya
mikrofilaremia berkisar antara 37 bulan. Hanya sebagian saja dari penduduk
di daerah endemik yang menjadimikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik
inipun tidak semua kemudianmenunjukkan gejala klinis. Nyamuk sendiri mendapat
mikro filaria karena menghisap darah penderita atau dari hewan yang mengandung
mikrofilaria. Nyamuk sebagai vektor menghisap darah penderita (mikrofilaremia)
dan pada saat itu beberapa microfilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk
dalam lambung nyamuk.
Dalam tubuh
nyamuk microfilaria tidak berkembang biak tetapi hanya berubah bentuk
dalam beberapa hari dari larva 1 sampai menjadi larva 3, karenanya diperlukan gigitan
berulang kali untuk terjadinya infeksi. Didalam tubuh manusia larva 3 menuju sistem
limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina
serta bekembang biak. Di sini faktor penyebab pertama belum menimbulkan
penyakit, tetapi telah mulai meletakkan dasar-dasar bagi berkembangnya penyakit
2.
Patogenesis
a. Fase
Subklinis
Fase ini
disebut juga dengan pre-symtomatic, dimana perubahan faali atau system dalam
tubuh manusia (proses terjadinya sakit) telah terjadi, namun perubahan tersebut
tidak cukup kuat untuk menimbulkan keluhan sakit dan pada umumnya
pencarian pengobatan belum dilakukan. Akan tetapi jika dilakukan
pemeriksaan dengan menggunakan alat-alat kesehatan seperti pemeriksaan
mikroskopis darah pada waktumalam hari, maka akan ditemukan mikrofilaria dalam
tubuh mereka. Begitu pula jika meminum obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC)
yang sedang digalakkan oleh pemerintah dalam program eliminasi penyakit
kaki gajah, akan timbul efek samping seperti sakit kepala, sakit tulang atau
otot, pusing, anoreksia, muntah, demam, danalergi yang menandakan terdapat
microfilaria dalam tubuh mereka.
b. Fase
Klinis
Pada fase
ini perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan tubuh telah cukup untuk
memunculkan gejala-gejala (symptoms) dan tanda-tanda (signs) penyakit.Adapun
gejala akut yang dapat terjadi antara lain :
v Demam berulang-ulang selama 3-5
hari, demam dapat hilang bila istirahat danmuncul lagi setelah bekerja berat
v Pembengkakan kelenjar getah bening
(tanpa ada luka) didaerah lipatan paha,ketiak (lymphadenitis) yang tampak
kemerahan, panas dan sakit
v Radang saluran kelenjar getah bening
yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal
lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
v Filarial abses akibat seringnya
menderita pembengkakan kelenjar getah bening,dapat pecah dan mengeluarkan nanah
serta darah
v Pembesaran tungkai, lengan, buah
dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early
lymphodema)
c. Fase
Konvalesens
Merupakan
tahap akhir dari fase klinis yang dapat berupa fase konvalesens (penyembuhan)
dan meninggal. Fase konvalesens dapat berkembang menjadi sembuh total, sembuh
dengan cacat atau gejala sisa (disabilitas atau sekuele). Filariasis dapatdisembuhkan
jika diobati sedini mungkin, namun jika tidak mendapatkan pengobatan dapat
mengakibatkan Disabilitas (kecacatan/ketidakmampuan) karena terjadi penurunan fungsi
sebagian struktur/organ tubuh, yaitu berupa pembesaran kaki, lengan, dan
alatkelamin baik perempuan maupun laki-laki sehingga menurunkan fungsi
aktivitas seseorang secara keseluruhan.
H.
Pencegahan
Penyakit
Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati, mungkin itu
adalah ungkapan yang sangat tepat untuk menghindari penyakit kaki gajah. Karena
jika kita telah terinfeksi oleh cacing filaria akan sangat sulit sekali untuk
mengobatinya serta memerlukan waktu yang lama. Ada beberapa hal yang bisa kita
lakukan untuk mencegah serangan penyakit kaki gajah,misalnya:
1.
Pengobatan
massal
Cara pencegahan penyakit yang paling efektif adalah
mencegah gigitan nyamuk pembawa microfilaria. Apabila suatu daerah sebagian
besar sudah terkena penyakit ini, maka pengobatan missal dengan DEC,
invernection atau albendazol dapat diberikan setahun sekali dan dilakukan
paling sedikit selama lima tahun.
Sasaran
pengobatan massal adalah seluruh penduduk yang tinggal di daerah endemis,
kecuali:
1. Anak-anak berusia
< 2tahun
2. Ibu hamil dan
menyusui
3. Orang yang sedang
sakit
4. Orang tua yang lemah
5. Penderita serangan
epilepsi
Setiap orang yang ditemukan mikrofilaria dalam
darahnya mendapat pengobatan yang memadai agar tidak menderita klinis
filariasis dan tidak menjadi sumber penularan terhadap masyarakat sekitarnya.
2. Survei
Darah Jari
Survei darah jari adalah identifikasi mikrofilaria dalam darah
tepi pada suatu populasi yang bertujuan untuk menentukan endemisitas daerah
tersebut dan intensitas infeksinya. Survei darah jari dilakukan di desa yang
mempunyai kasus kronis terbanyak. Populasi survei adalah penduduk berusia
>13 tahun. Jumlah sampel yang diambil di setiap desa lokasi survei adalah 500
orang. Apabila jumlah sampel tidak mencukupi maka sampel diambil dari desa yang
bersebelahan. Cara pengambilan sampel adalah mengumpulkan penduduk sasaran
survei yang tinggal di sekitar kasus kronis yang ada di desa lokasi survei.
Pengambilan darah dilakukan pada pukul 20.00 malam.
3. Pengendalian
vektor
Kegiatan pengendalian vektor adalah pemberantasan tempat
perkembangbiakan nyamuk melalui pembersihan got atau saluran air, memberantas
jentik-jentik nyamuk dengan cara bak air dirumah, pengaliran air tergenang, menimbun,
mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk,
membersihkan pekarangan dan lingkungan disekitar rumah anda dan penebaran bibit
ikan pemakan jentik. Kegiatan lainnya adalah menghindari gigitan nyamuk dengan
memasang kelambu, menggunakan obat nyamuk oles, memasang kasa pada ventilasi
udara dan menggunakan obat nyamuk bakar atau obat nyamuk semprot.
4. Penemuan
dan Penatalaksaan Kasus Kronis
Survei kasus kronis merupakan cara menemukan kasus kronis.
Apabila pada desa ditemukan kasus kronis terbanyak akan dilaksanakan survei
darah jari. Cara menemukan kasus kronis adalah dari laporan masyarakat, kartu
status di puskesmas dan rumah sakit, dan penemuan kasus oleh petugas kesehatan.
Dari data kasus kronis dapat ditentukan Angka Kesakitan Kronis. Penatalaksanaan
kasus klinis dilakukan pada semua kasus yang ditemukan untuk mencegah dan
membatasi kecacatan. Penatalaksaan dilakukan dengan pemberian obat dan
perawatan.
5.
Peran
serta masyarakat
Warga masyarakat diharapkan bersedia dating dan mau
diperiksa darahnya pada malam hari pada saat ada kegiatan pemeriksaan darah,
bersedia minum obat anti penyakit kaki gajah secara teratur sesuai dengan
ketentuan yang diberitahukan oleh petugas. Memberitahukan kepada kader atau
petugas kesehatan bila menemukan penderita filariasis dan bersedia
bergotong-royong membersihkan sarang nyamuk atau tempat perkembangbiakan nyamuk.
6. Pelaksanaan
Kegiatan Promosi
Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku
masyarakat melalui pendidikan, pelatihan, sosialisasi, distribusi informasi,
dan penyelenggaraan eliminasi filariasis. Kegiatan promosi dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyebab, cara penularan dan upaya
pencegahan serta pemerantasan filariasis. Kegiatan promosi dapat berupa
penyuluhan. Penyuluhan dilakukan pada saat akan melakukan survei darah jari dan
pengobatan missal.
I.
PENANGANAN DAN PENGOBATAN PENYAKIT
Dari dulu sampai sekarang DEC
merupakan pilihan obat yang murah dan efektif jika belum bersifat kronis.
Selain DEC, terdapat pula Ivermectin yang sampai sekarang harganya pun semakin
murah. Diethilcarbamazyne (DEC, 6 mg/kgBB/hari untuk 12 hari) bersifat makro
dan mikrofilarisidal merupakan pilihan yang tepat untuk individu dengan filariasis
limfe aktif (mikrofilaremia, antigen positif, atau deteksi USG positif cacing
dewasa). Meskipun albendazole (400 mg dua kali sehari selama 21 hari) juga
mampu menunjukan efikasi yang baik.
Pada kasus yang
masih bersifat subklinis (hematuria, proteinuria, serta abnormalitas
limfosintigrafi) sebaiknya diberikan antibiotik profilaksis dengan terapi
suportif misalnya dengan antipiretik dan analgesik. Sedangkan jika sudah
mikrofilaremia negatif, yakni ketika manifestasi cacing dewasa sudah terlihat,
barulah DEC menjadi acuan obat utama.
Pasien dengan
limfedema positif pada ekstremitas patut mendapatkan fisioterapi khusus untuk
limfedema atau dekongestif. Pasien mesti dididik untuk hidup bersih dan menjaga
agar daerah yang membengkak tidak mengalami infeksi sekunder. Sementara itu
hidrokel bisa dialirkan secara berulang atau dengan insisi pembedahan. Jika
dilakukan dengan baik ditambah DEC yang teratur, sebenarnya gejala pembengkakan
ini bisa dikurangi hingga menjadi sangat minim.
Penggunaan DEC
selama 12 hari dengan dosis 6 mg/kgBB (total dosis 72 mg) merupakan patokan
standar yang telah dilaksanakan di negara-negara dengan filariasis. Sebenarnya
dengan dosis tunggal 6 mg/kgBB selama sehari juga sudah mampu membunuh
parasit-parasit yang ada di tubuh. Penggunaan selama 12 hari merupakan sarana
supresi mikrofilaremia secara cepat. Namun biasanya penggunanan DEC dosis
tunggal dikombinasikan dengan albendazole atau ivermectin dengan hasil
mikrofilarisidal yang efektif.
Efek samping dari
DEC ialah demam, menggigil, artralgia, sakit kepala, mual, hingga muntah.
Keberhasilan pengobatan ini sangat tergantung dari jumlah parasit yang beredar
di dalam darah serta sering menimbulkan gejala hipersensitivitas akibat antigen
yang dilepaskan dari debris sel-sel parasit yang sudah mati. Reaksi
hipersensitivitas juga bisa terjadi akibat inflamasi dari lipoprotein
lipolisakarida dari organisme intraseluler Wolbachia, seperti yang disebutkan
di atas. Selain DEC, ivermectin juga memiliki efek samping yang serupa dengan
gejala ini.
Yang penting
selain pengobatan klinis filariasis ialah edukasi dan promosi pada masyarakat
sekitar untuk memberantas nyamuk dengan gerakan 3M, sama seperti pemberantasan
demam berdarah. Selain itu, di beberapa tempat perlu juga dilakukan pemberian
DEC profilaksis yang ditambahkan ke dalam garam dapur khusus untuk masyarakat
di daerah tersebut. Namun yang belakangan tidak terlalu populer di Indonesia.
Tujuan utama dalam
penganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah adalah membasmi parasit /
larva yang berkembang dalam tubuh penderita sehingga tingkat penularan dapat
ditekan dan dikurangi. Dietilkarbamasin citrate / dietylcarbamazine citrate
(DEC) adalah satu – satunya obat filariasis yamg ampuh baik untuk filariasis
bancroffi maupun malayi, bersifat makrofilarisidal. Obat
ini teregolong murah, aman dan tidak ada resistensi obat.Penderita yang
mendapatkan teapi obat ini mungkin akan memberikan reaksi samping sisitematik .
J.
KASUS
FILARIASIS DI INDONESIA
No.
|
Propinsi
|
2010
|
2011
|
2012
|
Jumlah Penderita Filariasis
|
Jumlah Penderita Filariasis
|
Jumlah Penderita Filariasis
|
||
1
|
ACEH
|
2.359
|
2.359
|
2.359
|
2
|
SUMATERA UTARA
|
141
|
141
|
141
|
3
|
SUMATERA BARAT
|
274
|
274
|
274
|
4
|
RIAU
|
532
|
532
|
532
|
5
|
JAMBI
|
257
|
257
|
257
|
6
|
SUMATERA SELATAN
|
210
|
210
|
210
|
7
|
BENGKULU
|
94
|
94
|
94
|
8
|
LAMPUNG
|
74
|
74
|
74
|
9
|
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
|
207
|
207
|
207
|
10
|
KEPULAUAN RIAU
|
31
|
31
|
31
|
11
|
DKI JAKARTA
|
53
|
53
|
53
|
12
|
JAWA BARAT
|
474
|
474
|
474
|
13
|
JAWA TENGAH
|
412
|
412
|
412
|
14
|
D I YOGYAKARTA
|
37
|
37
|
37
|
15
|
JAWA TIMUR
|
219
|
219
|
219
|
16
|
BANTEN
|
76
|
76
|
76
|
17
|
B A L I
|
18
|
18
|
18
|
18
|
NUSA TENGGARA BARAT
|
71
|
71
|
71
|
19
|
NUSA TENGGARA TIMUR
|
1.730
|
1.730
|
1.730
|
20
|
KALIMANTAN BARAT
|
253
|
253
|
253
|
21
|
KALIMANTAN TENGAH
|
225
|
225
|
225
|
22
|
KALIMANTAN SELATAN
|
385
|
385
|
385
|
23
|
KALIMANTAN TIMUR
|
409
|
409
|
409
|
24
|
SULAWESI UTARA
|
30
|
30
|
30
|
25
|
SULAWESI TENGAH
|
451
|
451
|
451
|
26
|
SULAWESI SELATAN
|
128
|
128
|
128
|
27
|
SULAWESI TENGGARA
|
201
|
201
|
201
|
28
|
GORONTALO
|
224
|
224
|
224
|
29
|
SULAWESI BARAT
|
96
|
96
|
96
|
30
|
M A L U K U
|
70
|
70
|
70
|
31
|
MALUKU UTARA
|
27
|
27
|
27
|
32
|
IRIAN JAYA BARAT
|
988
|
988
|
988
|
33
|
PAPUA
|
1.158
|
1.158
|
1.158
|
Dari tabel diatas dapat dilihat penderita filariasis terbanyak
terdapat di Provinsi Aceh sebanyak 2.359 orang
v Berita terkait kasus filariasis di
Sumatra Barat
1.
Di
Kabupaten Agam
Diknes
Agam Temukan 34 Kasus Filariasis
padangmedia.com ,
Rabu, 02 Oktober 2013 09:26 wib
AGAM—Dinas Kesehatan Kabupaten Agam, Sumatera
Barat, menemukan sebanyak 34 kasus penyakit filariasis atau kaki gajah selama
12 tahun terakhir di delapan kecamatan.
“Ini sesuai dengan data pada 2002 sampai 2013, kita telah menemukan
sebanyak 34 orang kronis ditambah penderita sebanyak 57 orang," kata
Kepala Bagian Pemkes Dinas Kesehatan Kabupaten Agam Yulhendri, Selasa (1/10).
Dia menjelaskan, data ini juga berdasarkan
pengambilan sampel darah dan pemeriksaan laboratorium Dinkes Kabupaten Agam.
Penemuan banyak kasus ini tidak lepas semakin aktifnya petugas pemantau
lapangan dan semakin pahamnya masyarakat dengan kaki gajah.
"Total keseluruhan terdata sebanyak 91 orang dari data kronis dan
penderita, sedangkan dari sebanyak 8 daerah 3 daerah yang dinyatakan rawan
filariasis," imbuhnya
Dia merinci, Kecamatan Tanjung Mutiara
penderita sebanyak 34 orang dan kronis sebanyak 19 orang, Lubukbasung penderita
sebanyak 12 orang dan kronis sebanyak 4 orang dan Ampek Nagari penderita sebanyak
5 orang dan kronis sebanyak 5 orang. Selain itu, Kecamatan Palembayan, Tanjung Raya,
Malalak, Palupuh dan Kecamatan Tilatang Kamang rata rata penderita ditemukan
sebanyak 1 orang dan yang kronis sebanyak 1 orang. "Jika terkena
filariasis dapat menyebabkan cacat tetap, stigma sosial, hambatan psikologis, dan
kerugian ekonomi," katanya. Saat ini, pihaknya telah lakukan berbagai langkah dan penanganan secara
cepat terhadap penderita penyakit kaki gajah di 16 kecamatan, sehingga tingkat
penularan dapat ditekan dengan menggelar minum obat secara masal pada November
2013. (Wan)
2.
Jatuhnya 9 korban jiwa warga kecamatan majalava
setelah mengikuti pengobatan massal filariasis
Jatuhnya sembilan korban jiwa warga
Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, setelah mengikuti pengobatan massal
filariasis. pengobatan massal filariasis
yang menjadi salah satu program 100 hari menkes, seharusnya dipersiapkan secara
matang dan profesional.
Menurut salah seorang warga, program
pengobatan massal filariasis itu harus dihentikan terlebih dulu sebelum ada
kejelasan penyebab jatuhnya korban. Sedangkan bagi warga yang telah telanjur
menjadi korban, maka pemerintah harus menanggung biaya pengobatannya dan
memerintahkan pihak rumah sakit untuk tidak menolak pasien yang terkena efek
samping dari pengobatan filariasis.
Tak hanya itu, tambah salah seorang
warga, pihak berwajib pun harus menyelidiki secara tuntas kasus tersebut. Jika
nanti terbukti ada pihak yang melakukan kelalaian hingga menyebabkan hilangnya
nyawa warga, maka harus diberikan sanksi hukum yang tegas.
Seperti
diberitakan, sebanyak sembilan orang warga Kecamatan Majalaya, Kabupaten
Bandung, meninggal dan ratusan lainnya dilarikan ke RSUD Majalaya setelah
meminum obat pencegahan filariasis. Pengobatan secara massal itu merupakan
Program Pencanangan Pengobatan Massal Filariasis Nasional untuk 32 Juta
Penduduk Indonesia Tahun 2009 oleh Menkes dalam 100 hari program kerjanya.
lis/kpo.
3.
Sepuluh Kasus Filariasis Ditemukan di Melawi
Penyakit filariasis atau kaki gajah ditemukan
di Melawi. Hal ini membuat Dinas Kesehatan Melawi cepat bertindak dengan
melakukan Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP). Di Melawi kasus filariasis
terdapat di 5 kecamatan yakni Kecamatan Sokan, Kota Baru, Ulak Muit, Tiong
Keranjik, dan Nanga Pinoh.
Berdasarkan hingga 2010 lalu, dari
495 kabupaten/kota, tercatat sebanyak 356 kabupaten/kota dinyatakan endemis
filariasis. Kasus kronisnya tercatat 11.969 orang tersebar di 401
kabupaten/kota dan di 33 provinsi. Hingga demikian, untuk menghindari dan
memutuskan mata rantai penularan, Dinkes Melawi telah melakukan antisipasi
dengan melakukan Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) penyakit filariasis.
Pelaksanaan POMP dilakukan di semua puskesmas pada bulan Juli sampai dengan
Agustus.
Obat diberikan secara gratis. Jenis
obatnya yakni Albendazole dan DEC. Obat tersebut diminum satu kali setahun dan
harus dilakukan selama lima tahun berturut-turut. Selain bertujuan untuk
memutuskan mata rantai penularan, juga berfungsi untuk menurunkan microfilaria,”
4.
Di Teluk Kuantan,
Haluan—Dinas
Kesehatan Kabupaten Kuantan Singingi Menghimbau Untuk Pencegahan Terhadap
Penyakit Filariasis.
Dinas
kesehatan Kabupaten Kuantan Singingi menghimbau untuk pencegahan terhadap
penyakit filariasis agar masyarakat setiap tahunnya meminum obat kaki gajah
untuk mengantisipasi pencegahan terhadap penyakit tersebut. Minimal untuk satu
orang wajib meminum satu tablet obat kaki gajah. Pasalnya di Kuansing
dalam kurun waktu enam tahun telah ditemukan sedikitnya 24 kasus yang terkena
penyakit kaki gajah atau penyakit filariasis dengan kondisi pembengkakan pada
kaki.
Demikian
disampaikan kepala Diskes Kuansing dr Djasmuddin Djalal melalui kepala bidang
penanggulangan masalah kesehatan Mira Setiana kepada Haluan Riau diruang
kerjanya, Senin (9/1). Dari data Diskes Kuansing, mulai adanya penyakit
filariasis ini dimulai pada 2006 yang ditemukan 18 kasus di Kecamatan Cerenti,
2007 nihil, pada 2008 ditemukan 5 kasus, empat kasus di Kecamatan Pangean dan
satu kasus di Sentajo. Kemudian pada 2009 kembali ditemukan satu kasus di
Sentajo. Sementara pada 2010 dan 2011 tidak ada ditemukan kasus penyakit kaki
gajah.
Menurut
Mira, apa yang telah dicanangkan pemerintah daerah melalui Diskes Kuansing
agar masyarakat mengkonsumsi obat untuk mencegah penyakit kaki gajah setiap
tahunnya harus diindahkan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Filariasis adalah penyakit yang
disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam sistem limfe dan ditularkan
oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat menetap. Gejala klinis
berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran tungkai,
buah dada, dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara deteksi parasit dan
pemeriksaan USG pada skrotum.
2.
Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk
yang mengandung larva infektif menggigit manusia, maka terjadi infeksi
mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva memasuki sistem
limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini
menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan
kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.
3.
Pencegahan filariasis dapat dilakukan
dengan menghindari gigitan nyamuk dan melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC
dikombinasikan dengan Albendazol dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan
pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi.
4.
Sumber-Sumber Penularan
a.
Manusia
b.
Hewan
c.
Lingkunga
d.
Lingkungan Fisik
e.
Lingkungan Biologi
f.
Lingkungan
Sosial, Ekonomi dan Budaya
5.
Tindakan penanggulangan dan
pencegahan filariasis yang dapat
dilakukan adalah:
a.
Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan
warga desa dengan pembesaran kaki, tangan, kantong buah zakar, atau payudara.
b.
Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari
yang dilakukan pada malam hari oleh petugas kesehatan.
c.
Minum obat anti filariasis yang
diberikan oleh petugas kesehatan.
d.
Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan
agar bebas dari nyamuk penular.
e.
Menjaga diri dari gigitan nyamuk
misalnya dengan menggunakan kelambu pada saat tidur.
B.
Saran
1.
Diharapkan pemerintah dan masyarakat
lebih serius menangani kasus filariasis karena penyakit ini dapat membuat
penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban keluarga,
masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan
Indonesia mampu mewujudkan program Indonesia Sehat Tahun 2011.
2.
Semoga Makalah Ini Bermanfaat Bagi Orang
Banyak Khususnya Bagi Penulis
3.
Masyarakat Dapat Mengidentifikasi
Masalah Penyakit Filariasis Serta Gejalanya
4.
Masyarakat Dapat Mengetahui Cara
Penularannya
5.
Masyarakat Dapat Melakukan Tindakan
Pencegahan Dan Pemberantasannya
DOKUMENTASI
DAFTAR
PUSTAKA
Widoyono.2008.Penyakit Tropis : Epidemiologi,
Penularan, Pencegahan,dan pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga.
C
Bell,John.1995.Zoonosis: Infeksi yang Ditularkan dari Hewan ke Manusia.
Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran
Dr. Kandun, I Nyoman, MPH edisi 17(2000).Manual
Pemberantasan Penyakit Menular.
Prof. DR.Dr.Azwar , Azrul, MPH edisi Revisi. Pengantar
Epidemologi
Judul: Program Penanggulangan Penyakit Menular Filariasis
Ditulis Oleh OMG SHOP
Silahkan tinggalkan komentar dan sarannya demi kemajuan blog ini kedepan...., Terima kasih
Tidak ada komentar :
Posting Komentar