Selasa, 02 Desember 2014

Program Penanggulangan Penyakit Menular Filariasis



MAKALAH
PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

“FILARIASIS”
Lambang_Universitas_Andalas.png

Disusun oleh kelompok 10 (B1) :

Dilla Srileoni Tamtami NIM  1311216045
Fedriko Husaini                       NIM  1311216032
Viona Ediasari                         NIM  1311216061
Yosi Aguslida                          NIM  1311216015






universitas andalas PADANG
fakultas kesehatan masyarakat
tahun ajaran 2014/2015

KATA PENGANTAR

           Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah Program Penanggulangan Penyakit Menular (P3M) tentang filariasis. Serta ucapan terima kasih kepada dosen yang telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini ditulis sebagai salah satu syarat bagi kita untuk mengetahui dan mempelajari tentang salah satu penyakit menular yaitu filariasis . Makalah ini merupakan hasil kerja sama seluruh anggota kelompok, dimana semuanya telah berusaha sebisa mungkin untuk mencapai hasil yang memuaskan. Makalah ini ditulis sebagai salah satu sumber bagi kita untuk mengetahui dan mempelajari lebih dalam tentang apa itu filariasis, penyebab, gejala, penularan dan upaya pencegahan yang dapat dilakukan.
             Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan  makalah ini. Akhir kata penulis berharap makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan pihak yang telah membacanya.


                                                                                      Padang, 20 Februari 2014


                                                                                                             Kelompok 10


                                                                                                i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i        
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii       
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang  …………………………………………………................. 1
B. Tujuan  ……………………………………………………………………......  2
c.  Manfaat  ………………………………………………………………………...  3
bab ii pembahasan
            A. Pengertian filariasis  …………….……………………………..……………......  4
            B. Epidemiologi Penyakit  ………………………...……...…………………......  5
            C.Penyebab Filariasis  …………………………………………….......................  5
            D. Tanda dan Gejala Filariasis  …………………………………………………….  6
            E. Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit   ………………………………  7
            F. Hubungan penjamu, bibit penyakit dan lingkungan  ……………………………. 10
            G. Perjalanan Penyakit  …………………………………………………………….  12
            H. Pencegahan Penyakit  …………………………………………………………..  16 
            I. Penanganan dan Pengobatan Penyakit  ………………………………………….  17
            J. Kasus Filariasis di Indonesia  ……………………………………………………  19
BAB III  PENUTUP
            A. Kesimpulan  ……...…………………………………………………………...  23
            B. Saran  …………...…………………………………………………………….....  24
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
            Penyakit kaki gajah mulai ramai diberitakan sejak akhir tahun 2009, akibat terjadinya kematian pada beberapa orang. Sebenarnya penyakit ini sudah mulai dikenal sejak tahun 1500 oleh masyarakat, dan mulai diselidiki lebih mendalam ditahun 1800 untuk mengetahui penyebaran, gejala serta upaya mengatasinya. Baru tahun 1970 obat yang lebih tepat untuk mengobti filarial ditemukan.
                        Di Indonesia filariasis telah tersebar luar hampir di semua provinsi, berdasarkan laporan  survey pada tahun 2000 tercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553  desa  pada 231 kabupaten di 26 Provinsi. Pada tahun 2005 kasus kronis dilaporkan sebanyak 10273 orang yang tersebar di 373 Kabupaten / Kota di 33 Provinsi. Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk.
            Terdapat tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu: Wuchereria bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori. Semua spesies tersebut terdapat di Indonesia, namun lebih dari 70% kasus filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi. Cacing tersebut hidup di kelenjar dan saluran getah bening sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenolimfangitis) terutama di daerah pangkal paha dan ketiak tapi dapat pula di daerah lain. Gejala kronis terjadi akibat penyumbatan aliran limfe terutama di daerah yang sama dengan terjadinya peradangan dan menimbulkan gejala seperti kaki gajah (elephantiasis), dan hidrokel. Berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, jumlah kasus kronis filariasis yang dilaporkan sampai tahun 2009 sudah sebanyak 11.914 kasus.
            Saat ini, diperkirakan larva cacing tersebut telah menginfeksi lebih dari 700 juta orang di seluruh dunia, dimana 60 juta orang diantaranya (64%) terdapat di regional Asia Tenggara. (WHO, 2009). Di Asia Tenggara, terdapat 11 negara yang endemis terhadap filariasis dan salah satu diantaranya adalah Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk terbanyak dan wilayah yang luas namun memiliki masalah filariasis yang kompleks. Di Indonesia, ke tiga jenis cacing filaria (W. Brancrofti, B malayi dan B timori) dapat ditemukan. (WHO, 2009) .
            Filariasis dapat ditularkan oleh seluruh jenis spesies nyamuk. Di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 23 spesies vektor nyamuk penular filariasis yang terdiri dari genus Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia, dan Armigeres. Untuk menimbulkan gejala klinis penyakit filariasis diperlukan beberapa kali gigitan nyamuk terinfeksi filaria dalam waktu yang lama.
            Orang yang terinfeksi mikrofilaria akibat adanya larva cacing ini di dalam tubuhnya, tidak selalu menimbukan gejala. Gejala yang timbul biasanya diakibatkan oleh larva cacing yang merusak kelenjar getah bening sehingga mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh limfa. Gejala yang timbul biasanya berupa pembengkakan (edema) di daerah tertentu (pada aliran pembuluh limfa di dalam tubuh manusia). Gejala ini dapat berupa pembesaran tungkai/kaki (kaki gajah) atau lengan dan pembesaran skrotum/vagina yang pembengkakan(edema)nya bersifat permanen.
            Penyakit filariasis bersifat menahun (kronis) dan jarang menimbulkan kematian pada penderitanya. Namun, bila penderita tidak mendapatkan pengobatan, penyakit ini dapat menimbulkan cacat menetap pada bagian yang mengalami pembengkakan (seperti: kaki, lengan dan alat kelamin) baik pada penderita laki-laki maupun perempuan.
            Filariasis menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia sesuai dengan resolusi World Health Assembly (WHA) pada tahun 1997. Program eleminasi filariasis di dunia dimulai berdasarkan deklarasi WHO tahun 2000. di Indonesia program eliminasi filariasis dimulai pada tahun 2002. Untuk mencapai eliminasi, di Indonesia ditetapkan dua pilar yang akan dilaksanakan yaitu: 1).Memutuskan rantai penularan dengan pemberian obat massal pencegahan filariasis (POMP filariasis) di daerah endemis; dan 2).Mencegah dan membatasi kecacatan karena filariasis.

B.       TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian filariasis
2.      Untuk mengetahui
3.      Untuk mengetahui
4.      Untuk mengetahui
5.      Untuk mengetahui
6.      Untuk mengetahui
7.      Untuk mengetahui
8.      Untuk mengetahui
9.      Untuk mengetahui

C.      MANFAAT
            Manfaat penyusunan makalah ini adalah agar masyrakat dapat mengetahui segala sesuatu tentang filariasis, bagaimana mekanisme terjadinya filariasis, dan bagaimana upaya pencegahannya, pengobatan, serta pengendalian vektor filariasis. Dengan demikian, diharapkan masyarakat ikut memberantas penyakit ini secara aktif sehingga tidak menjadi endemi di masyarakat.






















BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN
            Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda yang tersebar di Indonesia. Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit menular. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas.
            Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
            Filariasis biasanya dikelompokkan menjadi tiga macam, berdasarkan bagian tubuh atau jaringan yang menjadi tempat bersarangnya: filariasis limfatik, filariasis subkutan (bawah jaringan kulit), dan filariasis rongga serosa (serous cavity). Filariasis limfatik disebabkan Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori[1]. Gejala elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan-jaringan di bawahnya) sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B. timori diketahui jarang menyerang bagian kelamin, tetapi W. bancrofti dapat menyerang tungkai dada, serta alat kelamin. Filariasis subkutan disebabkan oleh Loa loa (cacing mata Afrika), Mansonella streptocerca, Onchocerca volvulus, dan Dracunculus medinensis (cacing guinea). Mereka menghuni lapisan lemak yang ada di bawah lapisan kulit. Jenis filariasis yang terakhir disebabkan oleh Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi, yang menghuni rongga perut. Semua parasit ini disebarkan melalui nyamuk atau lalat pengisap darah, atau, untuk Dracunculus, oleh kopepoda (Crustacea). Selain elefantiasis, bentuk serangan yang muncul adalah kebutaan Onchocerciasis akibat infeksi oleh Onchocerca volvulus dan migrasi microfilariae lewat kornea.


B.       EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
            Penyakit Kaki Gajah umumnya banyak terdapat pada wilayah tropis. Menurut info dari WHO, urutan negara yang terdapat penderita mengalami penyakit kaki gajah adalah Asia Selatan (India dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika. Belakangan banyak pula terjadi di negara Thailan dan Indonesia (Asia Tenggara). WHO mencanangkan program dunia bebas filariasis pada tahun 2020.
            Filariasis mudah menular, kriteria penularan penyakit ini adalah jika ditemukan mikro filarial rate ≥ 1% pada sample darah penduduk di sekitar kasus elephantiasis, atau adanya 2 atau lebih kasus elephantiasis di suatu wilayah pada jarak terbang nyamuk yang mempunyai riwayat menetap bersama/berdekatan pada suatu wilayah selama lebih dari satu tahun. Berdasarkan ketentuan WHO, jika ditemukan mikro filarial rate ≥ 1% pada satu wilayah maka daerah tersebut dinyatakan endemis dan harus segera diberikan pengeobatan secara masal selama 5 tahun berturut-turut.

C.      PENYEBAB FILARIASIS
            Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 – 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari.

http://sarangpenyamun.files.wordpress.com/2008/08/cacing-filariasis.jpg?w=580
       Ada tiga spesies yang menjadi penyebab filariasis diantaranya Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori yaitu :
1.      Wuchereria bancrofti. Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran kalenjar limfe, bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 65 – 100 mm x 0,25 mm dan cacing jantan 40 mm x 0,1 mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran 250 – 300 mikron x 7 - 8 mikron. Mikrofilaria ini hidup didalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada umumnya, mikrofilaria W. bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya mikrofilaria hanya terdapat di dalam tepi pada waktu malam. Pada siang hari, mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam (paru-paru, jantung, ginjal). (Gandahusada,2001).
2.      Brugia malayi dan Brugia timori. Cacing dewasa berbentuk silindrik seperti benang, berwarna putih kekuningan. Pada ujung anteriornya terdapat mulut tanpa bibir dan dilengkapi baris papila 2 buah, baris luar 4 buah dan baris dalam 10 buah. Cacing betina berukuran 55x0,16 mm dengan ekor lurus, vulva mempunyai alur tranfersal dan langsung berhubungan dengan vagina membentuk saluran panjang. Cacing jantan berukuran 23x0,09 mm, ekor melingkar dan bagian ujugnya terdapat papila 3-4 buah, dan dibelakang anus terdapat sepotong papila. Pada ujung ekor terdapat 4-6 papila kecil dan spikula yang panjangnya tidak sama. (Onggowaluyo, 2002).

D.      TANDA DAN GEJALA
            Seseorang yang terinfeksi penyakit kaki gajah umumnya terjadi pada usia kanak-kanak, dimana dalam waktu yang cukup lama (bertahun-tahun) mulai dirasakan perkembangannya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcLIxYUK1kj80_hBuDjBSmwkuJmYducslI4iQ7uNBXwI1xSMrLgh8AlAx43JHLCgPfLrMJbqi5Z-FPwfByEnGBtWnoL7GG5H0IZHPCFYPZZzOs7GYu4dE41CyFHZbgRIhv6yQLZN6mZ7jG/s400/Penyakit+kaki+gajah.jpg

       Adapun gejala akut yang dapat terjadi antara lain :
·       Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat
·       Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
·       Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
·       Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
·       Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
            Sedangkan gejala kronis dari penyakit kaki gajah yaitu berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).

E.       FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA PENYAKIT
1.    Agent          
            Penyebab penyakit Filariasis ialah nematode dari keluarga Filarioidea (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori).
Sifat agent :
v  Patogenesiti, cacing ini tegolong pathogenesis karena menimbulkan penyakit.
v  Virulensi, karena derajat kerusakan yang ditimbulkan cacing ini hebat maka dapat dikatakan virulen.
v  Antigenesiti, mekanisme pertahanan tubuh yang ditimbulkan oleh agent ini rendah, sehingga dapat dikatakan antigenesitinya juga rendah.
v  Infektiviti, agent ini memiliki kemampuan untuk tinggal di dalam diri penjamu yang sangat baik, sehingga dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan tubuh pejamu.

2.    Vektor
      Di Indonesia telah terindentifikasi 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres yang menjadi vektor filariasis. Sepuluh spesies nyamuk Anopheles diidentifikasikan sebagai vektor Wuchereria bancrofti tipe pedesaan. Culex quinquefasciatus merupakan vektor Wuchereria bancrofti tipe perkotaan. Enam spesies Mansonia merupakan vektor Brugia malayi. Di Indonesia bagian timur, Mansonia dan Anopheles barbirostris merupakan vector filariasis yang paling penting. Beberapa spesies Mansonia dapat menjadi vector Brugia malayi tipe subperiodik nokturna. Sementara Anopheles barbirostris merupakan vektor penting Brugia malayi yang terdapat di Nusa Tenggara Timur dan kepulauan Maluku Selatan.

3.         Hospes
a.         Manusia.
              Setiap orang mempunyai peluang yang sama untuk dapat tertular filariasis apabila digigit oleh nyamuk infektif (mengandung larva stadium III). Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru ke daerah endemis (transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita dari pada penduduk asli. Pada umumya laki-laki banyak terkena infeksi karena lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki karena pekerjaan fisik yang lebih berat (Gandahusada, 1998).
Selain itu dipengaruhi oleh :
1.         Jenis kelamin
       Pada umumnya penyakit ini lebih sering dijumpai pada pria daripada wanita.
2.         Kebiasaan Hidup
       Kebiasaan hidup yang buruk dapat mengundang atau mempercepat masuknya bibit penyakit seperti :
ü  Kebiasaan Keluar Rumah
       Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Menurut hasil penelitian Kadarusman (2003) diketahui bahwa kebiasaan keluar pada malam hari ada hubungan dengan kejadian filariasis.
ü  Pemakaian Kelambu
       Pemakaian kelambu sangat efektif dan berguna untuk mencegah kontak dengan nyamuk. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ansyari (2004) menyatakan bahwa kebiasaan tidak menggunakan kelambu waktu tidur sebagai faktor resiko kejadian filariasis

ü  Obat Anti Nyamuk
       Kegiatan ini hampir seluruhnya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat seperti berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vektor (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar, mengoles kulit dengan obat anti nyamuk, atau dengan cara memberantas nyamuk. Menurut Astri (2006) diketahui bahwa kebiasaan tidak menggunakan obat anti nyamuk malam hari ada hubungan dengan kejadian filariasis
ü  Pekerjaan          
       Pekerjaan yang dilakukan pada jam-jam nyamuk mencari darah dapat berisiko untuk terkena filariasis, diketahui bahwa pekerjaan pada malam hari ada hubungan dengan kejadian filariasis. Menurut Astri (2006) diketahui bahwa pekerjaan pada malam hari ada hubungan dengan kejadian filariasis
ü  Pendidikan
       Tingkat pendidikan sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap kejadian filaria tetapi umumnya mempengaruhi jenis pekerjaan dan perilaku kesehatan seseorang.
b.    Hewan.
              Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan filariasis (hewan reservoir). Hanya Brugia malayi tipe sub periodik nokturna dan non periodic yang ditemukan pada lutung (Presbytis criatatus), kera (Macaca fascicularis), dan kucing (Felis catus) (Depkes RI, 2005).

d.   Lingkungan
v  Lingkungan Fisik. Lingkungan fisik mencakup keadaan iklim, keadaan geografis, stuktur geologi dan sebagainya. Lingkungan fisik erat kaitannya dengan kehidupan vektor sehingga berpengaruh terhadap munculnya sumber-sumber penularan filariasis. Lingkungan fisik dapat menciptakan tempat perindukan dan beristirahatnya nyamuk. Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap pertumbuhan, masa hidup, dan keberadaan nyamuk. Lingkungan dengan tumbuhan air di rawa-rawa dan adanya hewan reservoir (kera, lutung, dan kucing) berpengaruh terhadap penyebaran Brugia malayi sub periodik nokturna dan non periodik.
v  Lingkungan Biologi. Lingkungan biologi dapat menjadi rantai penularan filariasis. Misalnya, adanya tanaman air sebagai tempat pertumbuhan nyamuk Mansonia sp. Daerah endemis Brugia malayi adalah daerah dengan hutan rawa, sepanjang sungai atau badan air yang ditumbuhi tanaman air.
v  Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya. Lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya adalah lingkungan yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antara manusia, termasuk perilaku, adat istiadat, budaya, kebiasaan, dan perilaku penduduk. Kebiasaan bekerja di kebun pada malam hari, keluar pada malam hari, dan kebiasaan tidur berkaitan dengan intensitas kontak vektor. Insiden filariasis pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena umumnya laki-laki sering kontak dengan vektor pada saat bekerja (Depkes RI, 2005).

F.       HUBUNGAN PENJAMU – BIBIT PENYAKIT – LINGKUNGAN
            Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang sudah terinfeksi, yaitu yang didalam tubuhnya mengandung larva (L3). Nyamuk sendiri mendapat mikrofilarial karena menghisap darah penderitanya atau dari hewan yang mengandung mikrofilaria. Nyamuk sebagai vektor menghisap darah penderita (mikrofilaremia), Mikrofilaremia masuk kedalam lambung nyamuk lalu berkembang dalam otot nyamuk selama 3 minggu. Dalam tubuh nyamuk mikrofilaria tidak berkembang biak tetapi hanya berubah bentuk dalam beberapa hari dari larva 1 sampai menjadi larva 3. Pada stadium 3 larva mulai bergerak aktif dan bergerak ke alat tusuk nyamuk.
            Nyamuk pembawa mikrofilaria menggigit manusia dan memindahkan larva infektif tersebut. Bersama aliran darah larva 3 menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina serta berkembang biak. (http//harun yahya.com) Cacing filarial dalam tubuh manusia terdeteksi pada malam hari, selebihnya bersembunyi di organ dalam tubuh manusia. Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi. Mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah pada malam hari dan siang hari, tetapi ditemukan dalam jumlah besar pada malam hari dan banyak ditemukan dalam kapiler dan pembuluh darah paru-paru. (Onggowaluyo,2001)


       Ketiga faktor di atas saling mempengaruhi dalam menimbulkan suatu penyakit. Hubungannya dapat digambarkan sebagai berikut :                                                                         
·         sehat


 



Host                                                                                          Agent
                                               
Environment

  • Menderita penyakit karena daya tahan host berkurang


 
                                                                            

             Host                                                                                               
    Agent

    Environment

  • Menderita penyakit karena kemampuan bibit penyakit meningkat
                                               


                                                                                                Agent
      
           Host
                                                    Environment
  • Menderita penyakit karena lingkungan berubah


 



                                                                                                    Agent


               Host                                              Environment

  • Penyebab timbulnya penyakit bukan hanya satu sebab , tapi banyak sebab multiple causation of disease

G.      PERJALANAN PENYAKIT
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III ( L3 ). Nyamuk tersebut mendapat cacing filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu menghisap darah penderita mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaiki gajah ini melalui dua tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair.
Di dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria berselubung (yang didapatkannya ketika menggigit penderita filariasis), akan melepaskan selubung tubuhnya yang kemudian bergerak menembus perut tengah lalu berpindah tempat menuju otot dada nyamuk. Larva ini disebut larva stadium I (L1). L1 kemudian berkembang hingga menjadi L3 yang membutuhkan waktu 12 – 14 hari. L3 kemudian bergerak menuju probisis nyamuk. Ketika nyamuk yang mengandung L3 tersebut menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria dalam tubuh orang tersebut. Setelah tertular L3, pada tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, L3 memasuki pembuluh limfe dimana L3 akan tumbuh menjadi cacing dewasa, dan berkembangbiak menghasilkan mikrofilaria baru sehingga bertambah banyak. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Aliran sekresi kelenjar limfe menjadi terhambat dan menumpuk di suatu lokasi. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe terutama pada daerah kaki, lengan maupun alat kelamin yang biasanya disertai infeksi sekunder dengan fungi dan bakteri karena kurang terawatnya bagian lipatan-lipatan kulit yang mengalami pembengkakan tersebut.
       Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:
1.      Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector yang masa     pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
2.      Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang lebih 7    bulan.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/19/Filariasis_01.png/250px-Filariasis_01.png

a.      Siklus hidup cacing Filaria dalam tubuh nyamuk
            Siklus hidup pada tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terkena filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di tubuh penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria yang masuk ke paskan sarung pembungkusnya, kemudian mikrofilaria menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot dada (toraks).
            Bentuk cacing Filaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih 1 minggu, larva ini berganti kulit, tumbuh akan lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya, larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh semakin panjang dan lebih kurus, ini yang sering disebut larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi (pindah), mula-mula ke rongga perut (abdomen) kemudian pindah ke kepala dan ke alat tusuk nyamuk.
b.      Perkembangan filaria dalam tubuh manusia
            Siklus hidup cacing Filaria dalam tubuh manusia terjadi apabila nyamuk yang mengendung mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka mikrofilaria yang sudah berbentuk larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut masuk ke dalam tubuh manusia (hospes).
            Bersama-sama dengan aliran darah pada tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh darah kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Di dalam pembuluh limfe, larva mengalami dua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan stadium V. Cacing Filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan, misalnya pada kaki dan disebut kaki gajah (filariasis).

Riwayat Alamiah
1.        Prepatogenesis
            Pada filariasis, fase ini terjadi ketika seseorang digigit nyamuk yang sudahterinfeksi, yaitu nyamuk yang dalam tubuhnya mengandung larva stadium 3 (L3). Masa prepaten, masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia berkisar antara 37 bulan. Hanya sebagian saja dari penduduk di daerah endemik yang menjadimikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik inipun tidak semua kemudianmenunjukkan gejala klinis. Nyamuk sendiri mendapat mikro filaria karena menghisap darah penderita atau dari hewan yang mengandung mikrofilaria. Nyamuk sebagai vektor menghisap darah penderita (mikrofilaremia) dan pada saat itu beberapa microfilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung nyamuk.
            Dalam tubuh nyamuk microfilaria tidak berkembang biak tetapi hanya berubah bentuk dalam beberapa hari dari larva 1 sampai menjadi larva 3, karenanya diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi. Didalam tubuh manusia larva 3 menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina serta bekembang biak. Di sini faktor penyebab pertama belum menimbulkan penyakit, tetapi telah mulai meletakkan dasar-dasar bagi berkembangnya penyakit


2.        Patogenesis
a.       Fase Subklinis
            Fase ini disebut juga dengan pre-symtomatic, dimana perubahan faali atau system dalam tubuh manusia (proses terjadinya sakit) telah terjadi, namun perubahan tersebut tidak cukup kuat untuk menimbulkan keluhan sakit dan pada umumnya pencarian pengobatan belum dilakukan. Akan tetapi jika dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat-alat kesehatan seperti pemeriksaan mikroskopis darah pada waktumalam hari, maka akan ditemukan mikrofilaria dalam tubuh mereka. Begitu pula jika meminum obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) yang sedang digalakkan oleh pemerintah dalam program eliminasi penyakit kaki gajah, akan timbul efek samping seperti sakit kepala, sakit tulang atau otot, pusing, anoreksia, muntah, demam, danalergi yang menandakan terdapat microfilaria dalam tubuh mereka.
b.      Fase Klinis
            Pada fase ini perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan tubuh telah cukup untuk memunculkan gejala-gejala (symptoms) dan tanda-tanda (signs) penyakit.Adapun gejala akut yang dapat terjadi antara lain :
v  Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat danmuncul lagi setelah bekerja berat
v  Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha,ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
v  Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
v  Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening,dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
v  Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
c.       Fase Konvalesens
            Merupakan tahap akhir dari fase klinis yang dapat berupa fase konvalesens (penyembuhan) dan meninggal. Fase konvalesens dapat berkembang menjadi sembuh total, sembuh dengan cacat atau gejala sisa (disabilitas atau sekuele). Filariasis dapatdisembuhkan jika diobati sedini mungkin, namun jika tidak mendapatkan pengobatan dapat mengakibatkan Disabilitas (kecacatan/ketidakmampuan) karena terjadi penurunan fungsi sebagian struktur/organ tubuh, yaitu berupa pembesaran kaki, lengan, dan alatkelamin baik perempuan maupun laki-laki sehingga menurunkan fungsi aktivitas seseorang secara keseluruhan.

H.      Pencegahan Penyakit
            Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati, mungkin itu adalah ungkapan yang sangat tepat untuk menghindari penyakit kaki gajah. Karena jika kita telah terinfeksi oleh cacing filaria akan sangat sulit sekali untuk mengobatinya serta memerlukan waktu yang lama. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mencegah serangan penyakit kaki gajah,misalnya:
1.      Pengobatan massal
            Cara pencegahan penyakit yang paling efektif adalah mencegah gigitan nyamuk pembawa microfilaria. Apabila suatu daerah sebagian besar sudah terkena penyakit ini, maka pengobatan missal dengan DEC, invernection atau albendazol dapat diberikan setahun sekali dan dilakukan paling sedikit selama lima tahun.
Sasaran pengobatan massal adalah seluruh penduduk yang tinggal di daerah endemis, kecuali:
1. Anak-anak berusia < 2tahun
2. Ibu hamil dan menyusui
3. Orang yang sedang sakit
4. Orang tua yang lemah
5. Penderita serangan epilepsi
Setiap orang yang ditemukan mikrofilaria dalam darahnya mendapat pengobatan yang memadai agar tidak menderita klinis filariasis dan tidak menjadi sumber penularan terhadap masyarakat sekitarnya.
2.      Survei Darah Jari
       Survei darah jari adalah identifikasi mikrofilaria dalam darah tepi pada suatu populasi yang bertujuan untuk menentukan endemisitas daerah tersebut dan intensitas infeksinya. Survei darah jari dilakukan di desa yang mempunyai kasus kronis terbanyak. Populasi survei adalah penduduk berusia >13 tahun. Jumlah sampel yang diambil di setiap desa lokasi survei adalah 500 orang. Apabila jumlah sampel tidak mencukupi maka sampel diambil dari desa yang bersebelahan. Cara pengambilan sampel adalah mengumpulkan penduduk sasaran survei yang tinggal di sekitar kasus kronis yang ada di desa lokasi survei. Pengambilan darah dilakukan pada pukul 20.00 malam.
3.      Pengendalian vektor
            Kegiatan pengendalian vektor adalah pemberantasan tempat perkembangbiakan nyamuk melalui pembersihan got atau saluran air, memberantas jentik-jentik nyamuk dengan cara bak air dirumah, pengaliran air tergenang, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk, membersihkan pekarangan dan lingkungan disekitar rumah anda dan penebaran bibit ikan pemakan jentik. Kegiatan lainnya adalah menghindari gigitan nyamuk dengan memasang kelambu, menggunakan obat nyamuk oles, memasang kasa pada ventilasi udara dan menggunakan obat nyamuk bakar atau obat nyamuk semprot.
4.      Penemuan dan Penatalaksaan Kasus Kronis
       Survei kasus kronis merupakan cara menemukan kasus kronis. Apabila pada desa ditemukan kasus kronis terbanyak akan dilaksanakan survei darah jari. Cara menemukan kasus kronis adalah dari laporan masyarakat, kartu status di puskesmas dan rumah sakit, dan penemuan kasus oleh petugas kesehatan. Dari data kasus kronis dapat ditentukan Angka Kesakitan Kronis. Penatalaksanaan kasus klinis dilakukan pada semua kasus yang ditemukan untuk mencegah dan membatasi kecacatan. Penatalaksaan dilakukan dengan pemberian obat dan perawatan.
5.      Peran serta masyarakat
            Warga masyarakat diharapkan bersedia dating dan mau diperiksa darahnya pada malam hari pada saat ada kegiatan pemeriksaan darah, bersedia minum obat anti penyakit kaki gajah secara teratur sesuai dengan ketentuan yang diberitahukan oleh petugas. Memberitahukan kepada kader atau petugas kesehatan bila menemukan penderita filariasis dan bersedia bergotong-royong membersihkan sarang nyamuk atau tempat perkembangbiakan nyamuk.
6.      Pelaksanaan Kegiatan Promosi
Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat melalui pendidikan, pelatihan, sosialisasi, distribusi informasi, dan penyelenggaraan eliminasi filariasis. Kegiatan promosi dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyebab, cara penularan dan upaya pencegahan serta pemerantasan filariasis. Kegiatan promosi dapat berupa penyuluhan. Penyuluhan dilakukan pada saat akan melakukan survei darah jari dan pengobatan missal.


I.         PENANGANAN DAN PENGOBATAN PENYAKIT
            Dari dulu sampai sekarang DEC merupakan pilihan obat yang murah dan efektif jika belum bersifat kronis. Selain DEC, terdapat pula Ivermectin yang sampai sekarang harganya pun semakin murah. Diethilcarbamazyne (DEC, 6 mg/kgBB/hari untuk 12 hari) bersifat makro dan mikrofilarisidal merupakan pilihan yang tepat untuk individu dengan filariasis limfe aktif (mikrofilaremia, antigen positif, atau deteksi USG positif cacing dewasa). Meskipun albendazole (400 mg dua kali sehari selama 21 hari) juga mampu menunjukan efikasi yang baik.
Pada kasus yang masih bersifat subklinis (hematuria, proteinuria, serta abnormalitas limfosintigrafi) sebaiknya diberikan antibiotik profilaksis dengan terapi suportif misalnya dengan antipiretik dan analgesik. Sedangkan jika sudah mikrofilaremia negatif, yakni ketika manifestasi cacing dewasa sudah terlihat, barulah DEC menjadi acuan obat utama.
Pasien dengan limfedema positif pada ekstremitas patut mendapatkan fisioterapi khusus untuk limfedema atau dekongestif. Pasien mesti dididik untuk hidup bersih dan menjaga agar daerah yang membengkak tidak mengalami infeksi sekunder. Sementara itu hidrokel bisa dialirkan secara berulang atau dengan insisi pembedahan. Jika dilakukan dengan baik ditambah DEC yang teratur, sebenarnya gejala pembengkakan ini bisa dikurangi hingga menjadi sangat minim.
Penggunaan DEC selama 12 hari dengan dosis 6 mg/kgBB (total dosis 72 mg) merupakan patokan standar yang telah dilaksanakan di negara-negara dengan filariasis. Sebenarnya dengan dosis tunggal 6 mg/kgBB selama sehari juga sudah mampu membunuh parasit-parasit yang ada di tubuh. Penggunaan selama 12 hari merupakan sarana supresi mikrofilaremia secara cepat. Namun biasanya penggunanan DEC dosis tunggal dikombinasikan dengan albendazole atau ivermectin dengan hasil mikrofilarisidal yang efektif.
Efek samping dari DEC ialah demam, menggigil, artralgia, sakit kepala, mual, hingga muntah. Keberhasilan pengobatan ini sangat tergantung dari jumlah parasit yang beredar di dalam darah serta sering menimbulkan gejala hipersensitivitas akibat antigen yang dilepaskan dari debris sel-sel parasit yang sudah mati. Reaksi hipersensitivitas juga bisa terjadi akibat inflamasi dari lipoprotein lipolisakarida dari organisme intraseluler Wolbachia, seperti yang disebutkan di atas. Selain DEC, ivermectin juga memiliki efek samping yang serupa dengan gejala ini.
Yang penting selain pengobatan klinis filariasis ialah edukasi dan promosi pada masyarakat sekitar untuk memberantas nyamuk dengan gerakan 3M, sama seperti pemberantasan demam berdarah. Selain itu, di beberapa tempat perlu juga dilakukan pemberian DEC profilaksis yang ditambahkan ke dalam garam dapur khusus untuk masyarakat di daerah tersebut. Namun yang belakangan tidak terlalu populer di Indonesia.
Tujuan utama dalam penganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah adalah membasmi parasit / larva yang berkembang dalam tubuh penderita sehingga tingkat penularan dapat ditekan dan dikurangi. Dietilkarbamasin citrate / dietylcarbamazine citrate (DEC) adalah satu – satunya obat filariasis yamg ampuh baik untuk filariasis bancroffi maupun malayi, bersifat makrofilarisidal. Obat ini teregolong murah, aman dan tidak ada resistensi obat.Penderita yang mendapatkan teapi obat ini mungkin akan memberikan reaksi samping sisitematik .
J.        KASUS FILARIASIS DI INDONESIA
No.
Propinsi
2010
2011
2012
Jumlah Penderita Filariasis
Jumlah Penderita Filariasis
Jumlah Penderita Filariasis
1
ACEH
2.359
2.359
2.359
2
SUMATERA UTARA
141
141
141
3
SUMATERA BARAT
274
274
274
4
RIAU
532
532
532
5
JAMBI
257
257
257
6
SUMATERA SELATAN
210
210
210
7
BENGKULU
94
94
94
8
LAMPUNG
74
74
74
9
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
207
207
207
10
KEPULAUAN RIAU
31
31
31
11
DKI JAKARTA
53
53
53
12
JAWA BARAT
474
474
474
13
JAWA TENGAH
412
412
412
14
D I YOGYAKARTA
37
37
37
15
JAWA TIMUR
219
219
219
16
BANTEN
76
76
76
17
B A L I
18
18
18
18
NUSA TENGGARA BARAT
71
71
71
19
NUSA TENGGARA TIMUR
1.730
1.730
1.730
20
KALIMANTAN BARAT
253
253
253
21
KALIMANTAN TENGAH
225
225
225
22
KALIMANTAN SELATAN
385
385
385
23
KALIMANTAN TIMUR
409
409
409
24
SULAWESI UTARA
30
30
30
25
SULAWESI TENGAH
451
451
451
26
SULAWESI SELATAN
128
128
128
27
SULAWESI TENGGARA
201
201
201
28
GORONTALO
224
224
224
29
SULAWESI BARAT
96
96
96
30
M A L U K U
70
70
70
31
MALUKU UTARA
27
27
27
32
IRIAN JAYA BARAT
988
988
988
33
PAPUA
1.158
1.158
1.158
       Dari tabel diatas dapat dilihat penderita filariasis terbanyak terdapat di Provinsi Aceh sebanyak 2.359 orang
v  Berita terkait kasus filariasis di Sumatra Barat
1.      Di Kabupaten Agam
Diknes Agam Temukan 34 Kasus Filariasis
padangmedia.com , Rabu, 02 Oktober 2013 09:26 wib

AGAM—Dinas Kesehatan Kabupaten Agam, Sumatera Barat, menemukan sebanyak 34 kasus penyakit filariasis atau kaki gajah selama 12 tahun terakhir di delapan kecamatan.
“Ini sesuai dengan data pada 2002 sampai 2013, kita telah menemukan sebanyak 34 orang kronis ditambah penderita sebanyak 57 orang," kata Kepala Bagian Pemkes Dinas Kesehatan Kabupaten Agam Yulhendri, Selasa (1/10).
Dia menjelaskan, data ini juga berdasarkan pengambilan sampel darah dan pemeriksaan laboratorium Dinkes Kabupaten Agam. Penemuan banyak kasus ini tidak lepas semakin aktifnya petugas pemantau lapangan dan semakin pahamnya masyarakat dengan kaki gajah.
"Total keseluruhan terdata sebanyak 91 orang dari data kronis dan penderita, sedangkan dari sebanyak 8 daerah 3 daerah yang dinyatakan rawan filariasis," imbuhnya
Dia merinci, Kecamatan Tanjung Mutiara penderita sebanyak 34 orang dan kronis sebanyak 19 orang, Lubukbasung penderita sebanyak 12 orang dan kronis sebanyak 4 orang dan Ampek Nagari penderita sebanyak 5 orang dan kronis sebanyak 5 orang. Selain itu, Kecamatan Palembayan, Tanjung Raya, Malalak, Palupuh dan Kecamatan Tilatang Kamang rata rata penderita ditemukan sebanyak 1 orang dan yang kronis sebanyak 1 orang. "Jika terkena filariasis dapat menyebabkan cacat tetap, stigma sosial, hambatan psikologis, dan kerugian ekonomi," katanya. Saat ini, pihaknya telah lakukan berbagai langkah dan penanganan secara cepat terhadap penderita penyakit kaki gajah di 16 kecamatan, sehingga tingkat penularan dapat ditekan dengan menggelar minum obat secara masal pada November 2013. (Wan)
2.        Jatuhnya 9 korban jiwa warga kecamatan majalava setelah mengikuti pengobatan massal filariasis
            Jatuhnya sembilan korban jiwa warga Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, setelah mengikuti pengobatan massal filariasis.  pengobatan massal filariasis yang menjadi salah satu program 100 hari menkes, seharusnya dipersiapkan secara matang dan profesional.
            Menurut salah seorang warga, program pengobatan massal filariasis itu harus dihentikan terlebih dulu sebelum ada kejelasan penyebab jatuhnya korban. Sedangkan bagi warga yang telah telanjur menjadi korban, maka pemerintah harus menanggung biaya pengobatannya dan memerintahkan pihak rumah sakit untuk tidak menolak pasien yang terkena efek samping dari pengobatan filariasis.
            Tak hanya itu, tambah salah seorang warga, pihak berwajib pun harus menyelidiki secara tuntas kasus tersebut. Jika nanti terbukti ada pihak yang melakukan kelalaian hingga menyebabkan hilangnya nyawa warga, maka harus diberikan sanksi hukum yang tegas.
            Seperti diberitakan, sebanyak sembilan orang warga Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, meninggal dan ratusan lainnya dilarikan ke RSUD Majalaya setelah meminum obat pencegahan filariasis. Pengobatan secara massal itu merupakan Program Pencanangan Pengobatan Massal Filariasis Nasional untuk 32 Juta Penduduk Indonesia Tahun 2009 oleh Menkes dalam 100 hari program kerjanya. lis/kpo.

3.        Sepuluh Kasus Filariasis Ditemukan di Melawi
            Penyakit filariasis atau kaki gajah ditemukan di Melawi. Hal ini membuat Dinas Kesehatan Melawi cepat bertindak dengan melakukan Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP). Di Melawi kasus filariasis terdapat di 5 kecamatan yakni Kecamatan Sokan, Kota Baru, Ulak Muit, Tiong Keranjik, dan Nanga Pinoh.
            Berdasarkan hingga 2010 lalu, dari 495 kabupaten/kota, tercatat sebanyak 356 kabupaten/kota dinyatakan endemis filariasis. Kasus kronisnya tercatat 11.969 orang tersebar di 401 kabupaten/kota dan di 33 provinsi. Hingga demikian, untuk menghindari dan memutuskan mata rantai penularan, Dinkes Melawi telah melakukan antisipasi dengan melakukan Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) penyakit filariasis. Pelaksanaan POMP dilakukan di semua puskesmas pada bulan Juli sampai dengan Agustus.
            Obat diberikan secara gratis. Jenis obatnya yakni Albendazole dan DEC. Obat tersebut diminum satu kali setahun dan harus dilakukan selama lima tahun berturut-turut. Selain bertujuan untuk memutuskan mata rantai penularan, juga berfungsi untuk menurunkan microfilaria,”
4.        Di Teluk Kuantan, Haluan—Dinas Kesehatan Ka­bupaten Kuantan Singingi Menghimbau Untuk Pencegahan Terhadap Penyakit Filariasis.
            Dinas kesehatan Ka­bupaten Kuantan Singingi menghimbau untuk pencegahan terhadap penyakit filariasis agar masyarakat setiap tahunnya meminum obat kaki gajah untuk mengantisipasi pencegahan terhadap penyakit tersebut. Minimal untuk satu orang wajib meminum satu tablet obat kaki gajah.  Pasalnya di Kuansing dalam kurun waktu enam tahun telah ditemukan sedikitnya 24 kasus yang terkena penyakit kaki gajah atau penyakit filariasis dengan kondisi pembengkakan pada kaki.
Demikian disampaikan kepala Diskes Kuansing dr Djasmuddin Djalal melalui kepala bidang penanggulangan masalah kesehatan Mira Setiana kepada Haluan Riau diruang kerjanya, Senin (9/1). Dari data Diskes Kuansing, mulai adanya penyakit filariasis ini dimulai pada 2006 yang ditemukan 18 kasus di Kecamatan Cerenti, 2007 nihil, pada 2008 ditemukan 5 kasus, empat kasus di Kecamatan Pangean dan satu kasus di Sentajo. Kemudian pada 2009 kembali ditemukan satu kasus di Sentajo. Sementara pada 2010 dan 2011 tidak ada ditemukan kasus penyakit kaki gajah.
Menurut Mira, apa yang telah di­canangkan pemerintah daerah melalui Diskes Kuansing agar masyarakat meng­konsumsi obat untuk mencegah penyakit kaki gajah setiap tahunnya harus diin­dahkan.






















                                                                                                                       
BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan
1.         Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam sistem limfe dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat menetap. Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara deteksi parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.
2.         Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.
3.         Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan Albendazol dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi.
4.         Sumber-Sumber Penularan
a.         Manusia
b.        Hewan
c.         Lingkunga
d.         Lingkungan Fisik
e.          Lingkungan Biologi
f.         Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya
5.         Tindakan penanggulangan dan pencegahan  filariasis yang dapat dilakukan adalah:
a.         Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran kaki, tangan, kantong buah zakar, atau payudara.
b.        Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh petugas kesehatan.
c.         Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.
d.        Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk penular.
e.         Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu pada saat tidur.

B.       Saran
1.         Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan Indonesia mampu mewujudkan program Indonesia Sehat Tahun 2011.
2.         Semoga Makalah Ini Bermanfaat Bagi Orang Banyak Khususnya Bagi Penulis
3.         Masyarakat Dapat Mengidentifikasi Masalah Penyakit Filariasis Serta Gejalanya
4.         Masyarakat Dapat Mengetahui Cara Penularannya
5.         Masyarakat Dapat Melakukan Tindakan Pencegahan Dan Pemberantasannya

















DOKUMENTASI

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRo0R5sh0aRFKpIW5mnomhJt-id0qls9ORzaqEDADCadDFUAeWkLTHbSgyn8ioEkPLry2zDiWDIu49RifxdqjsZ-S0RWC1tC_Q4RIhH4T8mYilcuUoU_j-FRNyjAXHBGn5d6fgDvMTkBM/s1600/filariasis-penderita_kaki_gajah.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEii1WJbF4w-FgHd1YOXUeY9UO1Lpu3vDBu6p8WV2beCLkpLeSqGmfVAo7djkulX7Jh-V4EdfNwtEoS_kUb8iCbgl3WFLWsARLIbngZjGPDjjutTNaoFuMto0wHEBMfsZ4k-kxafaoVAdeQ/s320/penderita+filaria+2.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSyp5otorZT5OA1JLNmsLklNUdMkKFWJBhXScBqpXs-Vur_tvtKMKuxjsNL93UVP3C8_HMKwRIypQYXtF98Xyf9cfuFacfsCPtW7JCbGqS6xxgur_v5bMpnFZnB2KHRFL-S8V6bR5rxPo/s320/images.jpg
DAFTAR PUSTAKA

      
Widoyono.2008.Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan,dan pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga.
C Bell,John.1995.Zoonosis: Infeksi yang Ditularkan dari Hewan ke Manusia. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran 
Dr. Kandun, I Nyoman, MPH edisi 17(2000).Manual Pemberantasan Penyakit Menular.
Prof. DR.Dr.Azwar , Azrul, MPH edisi Revisi. Pengantar Epidemologi

Terima Kasih Anda Telah Membaca Tulisan Ini
Judul: Program Penanggulangan Penyakit Menular Filariasis
Ditulis Oleh OMG SHOP
Silahkan tinggalkan komentar dan sarannya demi kemajuan blog ini kedepan...., Terima kasih

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Scary Pumpkin 3